Wednesday, December 26, 2007

natal

"Salam sejahtera untukku pada hari kelahiranku, wafatku, dan kebangkitanku kelak." (QS 19: 33)

Dikisahkan, di Hari Natal, saat Imam Khomeini tinggal di Paris, beliau memberitahu kepada para kerabat dan sahabatnya untuk membagi-bagikan hadiah, berupa beragam makanan khas Iran, kepada warga di sekitar rumah tempat tinggal beliau. Setiap bingkisan tersebut dikemas sedemikian rupa dan ditambahkan setangkai bunga di atasnya.1

Sejak Rasulullah masih hidup, umat Kristen memang memiliki tempat tersendiri dalam Islam. Kita mengetahui bahwa saat kaum muslim sedang ditindas sedemikian rupa di Mekkah, Rasulullah memerintahkan agar mereka mencari suaka ke luar Mekkah dan tempat yang dipilih adalah Habasyah, sebuah negeri yang dipimpin Najasyi, seorang raja Kristen yang terkenal adil. Selama bertahun-tahun, dia melindungi kaum muslimin yang mencari perlindungan di negerinya.

Kita juga mengetahui bahwa Rasulullah sangat menghormati Perawan Suci Maria (Maryam) dan Yesus (Nabi Isa as.). Kisah yang sangat masyhur mengenai hal itu adalah saat kaum muslimin menaklukkan Kota Mekkah dan Rasulullah memerintahkan agar seluruh patung berhala yang ada di Ka'bah agar dihancurkan, kecuali lukisan Perawan Suci Maria dan Yesus di dinding Ka'bah.2

Mengenai hal tersebut, Seyyed Hossein Nasr mengatakan, "Dengan melindungi patung orang suci ini, Nabi tidak saja menggarisbawahi perbedaan antara berhala dan patung kudus, melainkan juga menunjukkan bahwa walaupun Islam tidak memperbolehkan penggambaran (kendati) dalam seni yang kudus, tapi itu tidak berarti Islam menolak penggambaran yang telah dianut oleh agama lain yang struktur dan wawasannya berbeda dengan Islam."3

Sebaliknya, kita juga dapat membaca betapa besar penghormatan Muqauqis, seorang penguasa Kristen di Mesir, terhadap Rasulullah dan Islam. Muqauqislah yang dikenal memberikan hadiah yang berlimpah kepada Rasulullah -- termasuk di antaranya salah satu dayang-dayangnya yang bernama Maria al-Qibtiyah yang kemudian diperistri oleh Nabi -- walaupun ia menolak ajakan agar masuk Islam.

Jika saat ini kita masih memandang kaum Kristen berseberangan dengan Islam, mungkin kita perlu membuka kembali lembar sejarah di saat kaum muslimin mendoakan kemenangan Bangsa Romawi ketika bertempur melawan Bangsa Persi. Bangsa Romawi dianggap mewakili orang-orang yang percaya kepada Allah, para rasul, wahyu, dan kitab-kitab, dan akhirat. Sebaliknya, kaum kafir Quraisy berharap sebaliknya karena Bangsa Persi (saat itu) adalah orang-orang musyrik.

Namun, akhirnya kemenangan jatuh ke tangan Bangsa Persi. Lalu, Allah menurunkan kabar gembira tentang kemenangan Bangsa Romawi tak seberapa lama kemudian. Tidak cukup dengan satu kabar gembira ini saja, Allah menegaskan kabar gembira yang lain yaitu pertolongan yang diberikan Allah kepada orang-orang mukmin; dan pada hari (kemenangan Bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah.” (QS: ar-Rum: 4-5) .4

Boleh jadi dengan perspektif itulah kita, antara lain, dapat menafsirkan apa yang pernah dilakukan oleh Imam Khomeini pada Hari Natal di Paris. Khomeini ingin berbagi kehangatan dan kasih kepada saudara-saudara Kristen yang sedang merayakan Natal. Karena memang muslim dan umat Kristen bersaudara sejak dahulu, dan karena -- hingga titik tertentu -- prinsip-prinsip ajaran kedua agama tersebut berasal dari satu sumber yang sama.

Seorang sahabat beberapa hari lalu membalas sms ucapan selamat Natal dari saya dengan menulis antara lain; "Natal menjadikan kasih dan solidaritas sebagai ciri ke-Indonesiaan." Salam sejahtera semoga tercurah kepada Isa putra Maryam, dan semoga sukacita, rasa syukur dan keberkahan juga tercurah ke atas seluruh insan di bumi.


-------------------
Referensi:
------------
1. "Potret Sehari-hari Imam Khomeini", penerbit Pustaka IIman, Cetakan II, Januari 2007, hal. 43.
2. Karen Armstrong , "Muhammad Nabi Zaman Kita", Beranda, November 2007, hal. 159).

3. Seyyed Hossein Nasr, "Kekasih Allah Muhammad", Penerbit Srigunting, Januari 1997, hal. 47-48.
4. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury, "Sirah Nabawiyah", Pustaka Al-Kautsar, Juli 2006, hal. 170.

Tuesday, December 18, 2007

imej

"Sebuah perusahaan yang imej-nya kurang baik di mata masyarakat, terkadang pada kenyataannya perusahaan itu memiliki manajemen yang baik di dalam. Sebaliknya, ada pula perusahaan yang imej-nya baik di masyarakat, tapi ternyata di dalamnya manajemennya amburadul."

Itulah kurang lebih yang pernah dikatakan oleh pakar manajemen Rhenald Kasali dalam sebuah diskusi di salah satu radio. Apa yang dia sampaikan bisa dikupas panjang lebar dengan menggunakan beragam pisau analisis atau disiplin ilmu yang boleh jadi saya tidak kuasai. Pandangan di atas saya kutip hanya untuk menggambarkan betapa imej (image, citra) merupakan hal yang penting. Tapi di sisi lain, imej bukanlah segala-galanya karena imej bisa direkayasa.

Dikisahkan bahwa pemimpin revolusi Islam Iran Ayatullah Ruhullah Imam Khomeini pernah di-imej-kan oleh sebagian orang sebagai pemimpin yang kurang ramah. Setelah disampaikan kepada beliau tentang hal itu, Khomeini menjawab. "Ini adalah tipu daya setan. Sesungguhnya, jiwaku sendiri mengajakku bersikap lebih ramah terhadap mereka agar jumlah orang yang menyukaiku bertambah banyak. namun, agar ajakan ini menarik bagiku, setan berkata, 'Ini demi Allah dan Islam!' Karena itulah aku tidak bisa melakukannya."1

Demikianlah imej di mata Imam Khomeini sebagai seorang sufi. Secara sederhana, apa yang diungkapkan oleh Khomeini dalam kasus di atas adalah perang di batinnya soal niat beliau untuk bersikap ramah kepada orang lain. Akhirnya, beliau sendiri memilih dianggap tidak ramah kepada orang lain daripada menuruti bisikan setan saat itu yang mendorongnya untuk bersikap ramah agar disukai oleh banyak orang. Khomeini bukanlah manusia yang "tergila-gila" akan imej di mata manusia. Imej di hadapan Allah lah yang beliau senantiasa jaga.

Ada pula cerita tentang Bayazid (Abu Yazid al Busthami), salah seorang sufi terkenal, yang berani "mengorbankan" imejnya sebagai seorang guru sufi yang dihormati banyak orang. Pada suatu hari, ketika ia pulang dari Mekah, ia singgah di kota Rey di Iran. Penduduk kota yang sangat menaruh hormat padanya, keluar mengelu-elukannya sampai seluruh kota menjadi gempar.

Bayazid, yang sudah jenuh akan pendewaan serupa itu, menunggu hingga ia sampai di pinggir pasar. Di sana ia membeli sepotong roti, lalu mulai memakannya di muka umum. Padahal waktu itu bulan puasa. Akan tetapi Bayazid yakin, bahwa dalam perjalanan ia tidak terikat pada peraturan-peraturan agama. (Orang yang dalam safar tidak diwajibkan berpuasa)

Tetapi para pengikutnya tidak berpikir demikian. Maka mereka begitu dikecewakan oleh perbuatan itu, sehingga mereka semua segera meninggalkannya dan pulang. Bayazid dengan rasa puas berkata kepada salah seorang muridnya: "Lihat, begitu aku berbuat sesuatu yang berlawanan dengan harapan mereka, rasa hormat mereka terhadapku hilang lenyap."2

Demikianlah kebanyakan dari kita, begitu gemar mengkultuskan (mendewa-dewakan) manusia lainnya. Saat "sang pujaan" melakukan hal-hal yang kita harapkan, kita pun memujanya sedemikian rupa yang dapat membuat orang tersebut terjerumus ke dalam rasa bangga diri, sombong, dan takabur. Tapi, giliran orang tersebut melakukan sesuatu yang tidak kita harapkan atau tidak kita sukai, kita pun meninggalkannya atau bahkan menistainya. Naudzubillah.

Dalam salah satu munajatnya, Imam Ali bin Abi Thalib memanjatkan doa berikut:

"Ya Allah, ampunilah aku tentang apa yang
Engkau
ketahui pada diriku.
Ya Allah, kalau aku kembali melakukan
kesalahan,
maka kumohon kembali jugalah
kepadaku
dengan pengampunan.

Ya Allah, ampunilah isyarat-isyarat buruk
yang kulakukan,
kesalahan-kesalahan kata
yang kuucapkan,
keinginan nafsu yang
kupendam,
dan ketergelinciran lidah yang
terlontarkan."


Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada
apa yang diduga orang dan
ampunilah
dariku apa yang mereka tidak ketahui.
"3


-----------------------------
Referensi:
1. "Potret Sehari-hari Imam Khomeini", penerbit Pustaka IIman, Cetakan II, Januari 2007.
2. "Burung Berkicau", Anthony de Mello SJ, Yayasan Cipta Loka Caraka, Cetakan 7, 1994.
3. "Yang Sarat & Yang Bijak", M. Quraish Shihab, Penerbit Lentera Hati, September 2007.

sepercikan mutiara & keteladanan Imam Khomeini

1. "Bahkan jika aku (istri Imam) masuk ke suatu ruangan, ia (Imam Khomeini) tidak pernah berkata, 'Tutup pintu,' tetapi menunggu hingga aku duduk, baru kemudian ia bangkit dan menutup pintu sendiri."

2. Sepanjang 60 tahun itu, ia tak pernah meminta dibawakan air minum, tetapi selalu mengambilnya sendiri. Jika posisinya jauh dari tempat air minum, ia akan mengatakan, 'Apakah tempat airnya tidak di sini?"

3. "Aku yang beruntung mendapat istri seperti dia. Tak seorang pun mengorbankan hidupnya seperti dia. Jika kau seperti Khanom (istri Imam), kau pun akan sangat disayangi suamimu."3

4. "Berhati-hatilah, jangan memperhatikan penampilan luar. Jika kau ingin menunjukkan pada orang bahwa kau begini atau begitu, itu berarti riya."

5. "Jika suamimu kesal, atau ia mengatakan sesuatu padamu karena alasan apa pun, atau jika ia berlaku tidak baik, janganlah mengatakan apa-apa saat itu juga, meskipun seandainya kau benar. Tunggulah hingga ia tenang, baru kemukakan apa yang ingin kau katakan"

6. "Berkatalah benar kepada anak-anakmu agar mereka pun tidak berdusta. Mereka senantiasa mencontoh ayah dan ibu mereka. Jadi bersikaplah baik kepada anak-anak agar mereka tumbuh dengan baik pula. Apapun yang kau nasihatkan kepada mereka, pastikan bahwa engkau pun melakukan hal serupa."

7. "Jangan meremehkan pekerjaan rumah. membesarkan anak bukan persoalan kecil. Jika seseorang bisa membesarkan anak dengan baik, ia telah mempersembahkan pengabdian yang teramat besar bagi masyarakat."

8. "Aku tidak akan menukar satu jam waktu bersenang-senang dengan belajar, tidak pula satu jam untuk belajar dengan bersenang-senang."

9. "Sepengetahuanku, pahala menjamu tamu tidak lebih kecil dibandingkan pahala berziarah dan berdoa."

10. "Sesungguhnya, jiwaku sendiri mengajakku bersikap lebih ramah terhadap mereka agar jumlah orang yang menyukaiku bertambah banyak. namun, agar ajakan ini menarik bagiku, setan berkata, 'Ini demi Allah dan Islam!' Karena itulah aku tidak bisa melakukannya."

11. "Tak ada bedanya antara aku dengan pasukan penjaga yang berada di pos di ujung jalan sana. Ia memiliki kehidupan, aku pun demikian. Jika hidupnya berharga, hidupku pun berharga. Demi Allah, aku tak melihat perbedaan antara aku yang terbunuh atau penjaga di ujung jalan itu."

12. "Seandainya kau tidak memasukkan pengetahuan itu ke dalam hati, dengan kata lain kau hanya mempelajarinya, maka ia akan menjadi kotak tempat kau menyimpan bermacam memori, laiknya perpustakaan. Jika demkian, pengetahuan itu sendiri akan menjadi tabir."

13. "Dalam pesanku ini, aku menulis: "Aku berdoa untuk kalian dengan segenap kemampuanku,' aku ingin mengubahnya menjadi "Aku berdoa untuk kalian semampuku.' Kalimat ini lebih tepat."

14. "Demi Allah, jika Ahmad (putra Imam) melakukan pelanggaran kecil sekalipun dan hukumannya adalah kematian, aku sendiri yang akan membunuhnya."

15. "Jika kalian tidak memiliki pengetahuan dan jika kalian tidak memiliki agama, bersikaplah bijaksana. Jangan ada hasrat di hati kalian untuk mencemari citra manusia."

16. "Aku tahu ajalku tak lama lagi. Jika kalian (para dokter) ingin mempertahankan aku demi diriku sendiri, biarkanlah aku seperti ini. Tapi jika itu demi umat, lakukanlah segala yang haru kalian lakukan."

17. Dalam shalat-shalat malam terakhir yang dijalankannya, Imam sering kali menangis sembari merintih kepada Allah: "Wahai Allah, terimalah aku."

18. Bahkan istri Imam mengaku tak pernah sekalipun terbangun karena Imam tak pernah menyalakan lampu ketika shalat malam. Jika beliau akan berwudhu, beliau menempatkan spons di dasar lantai untuk meredam bunyi percikan air, dengan demikian orang lain tidak terbangun.

19. "Sebisa mungkin, baktikanlah dirimu untuk masyarakat dengan cara apa pun (dan) beribadahlah sebaik mungkin selagi muda. Sadarilah berharganya usia muda, karena begitu kalian mencapai usiaku, kalian tidak lagi mampu melakukan banyak hal, seperti aku yang tidak bisa berbuat apa-apa."

-------------------------------
Dikutip dari: "Potret Sehari-hari Imam Khomeini", penerbit Pustaka IIman, Cetakan II, Januari 2007.

Thursday, December 13, 2007

mengapa tidak berlemah lembut?

"... maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka." (QS: Ali Imran [3]: 159)

Satu hal yang dialami seorang teman belum lama ini semakin mempertebal keyakinan saya bahwa kelemahlembutan wajib didahulukan daripada ucapan atau perilaku yang kasar atau semena-mena. Sikap lemah lembut itu, menurut saya, ibarat software super hebat yang compatible di segala jenis operating system, kapanpun. Sebaliknya, adalah sifat naluriah manusia untuk menolak sikap semena-mena atau aniaya dari orang lain.

Segala tipe manusia suka diperlakukan lemah lembut, dan sebaliknya hanya segelintir orang saja yang bisa menerima perlakuan yang kasar. Mungkin tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa kelemahlembutan itu inheren di dalam diri setiap manusia. Setiap orang dalam kondisi normal tidak akan resisten terhadap perlakuan lemah lembut dari orang lain.

Kelemahlembutan adalah sesuatu yang wajib diterima oleh seorang anak dari kedua orangtuanya sejak anak itu dilahirkan. Kelemahlembutan juga merupakan "mata kuliah" yang wajib diajarkan di dalam setiap keluarga. Jadi, jika kita menemui seseorang yang sikapnya jauh dari kelemahlembutan, itu sudah cukup buat kita untuk bertanya-tanya mungkin ada yang salah di keluarganya.

Memang kadangkala juga terjadi bahwa seseorang meninggalkan atau terkikis sifat lemah lembutnya karena faktor lingkungan (di luar keluarga yang bersangkutan), atau bahkan bahan bacaan. Seseorang yang hobi membaca kisah hidup para tiran, diktator, dan penguasa penghisap darah rakyatnya punya peluang besar untuk ketularan sifat tokoh yang digemarinya itu.

Kita juga sebenarnya tidak pernah benar-benar aman dari intaian sifat kejam, kasar, dan aniaya. Tanpa kita sadari mungkin kita sering bersikap kasar atau kejam terhadap orang-orang yang kita pandang lemah, mereka yang miskin, atau yang posisinya lebih rendah dari kita di tempat kerja.

Sebaliknya, mungkin kita telah terbiasa untuk berlemah-lembut terhadap orang yang lebih kuat dari kita, yang kita anggap punya kekuasaan lebih besar dari (kekuasaan) kita. Sikap lemah lembut jenis ini biasanya muncul didorong oleh rasa takut dan bukan kasih sayang.

Sikap seperti itu -- kasar kepada yang lemah dan lemah lembut kepada yang kuat -- harus kita akui sebagai sesuatu yang nyaris, mohon maaf, menjijikan. Kalau kita bisa berlemahlembut kepada mereka yang kita anggap punya power lebih besar dari kita, kita harus belajar berlemah-lembut pula kepada mereka yang lemah.

"Tuhanku, letakkanlah hikmah dalam hatiku dan
kelemahlembutan dalam benakku agar
aku tidak membiarkan emosi menutup akalku,
tidak juga akalku mengalahkan perasaanku.
Tuhanku, penuhkanlah hatiku dengan toleransi.
Bantulah aku sehingga tidak memperbesar
kesalahan orang lain agar aku
mampu melupakan kesalahan. Bantu pula
aku menemukan kesalahan-kesalahanku,
agar dapat bersegera memohon maaf dan
memperbaiki diri."*


------------
* Referensi: M. Quraish Shihab, "Yang Sarat & Yang Bijak", Penerbit Lentera Hati, September 2007, hal. 253-254.

Wednesday, December 05, 2007

(bukan) tentang poligami

Sesuatu yang dikatakan seorang teman baru-baru ini begitu membekas di pikiran saya. Cerita berawal dari obrolan santai kami mengenai status baru dia sebagai seorang ayah. Allah telah mengaruniai dia seorang putri. Kegembiraan masih terpancar jelas dari wajah sang ayah baru.

Saya pun bertanya mengenai nama anak pertamanya itu karena saya selalu tertarik dengan nama manusia-manusia baru yang dilahirkan ke dunia ini. Dia pun menyebutkan sebuah nama yang terdiri dari dua kata, tapi yang tertangkap oleh saya hanya nama yang kedua yaitu "Khadijah".

Sang ayah baru kemudian menjelaskan lebih jauh kenapa nama "Khadijah" yang dia pilih, "Saya pilih (nama) 'Khadijah', dan bukan 'Aisyah', karena Khadijah tidak dipoligami, sedangkan Aisyah mau dipoligami. Saya setuju dengan poligami, tapi saya tidak mau putriku (nanti) dipoligami."

Dari situ, semakin jelas buat saya kalau nama "Khadijah" bagi nama putrinya dia ambil dari nama istri Nabi Muhammad SAW karena dia juga menyandingkan nama itu dengan "Aisyah" yang juga istri Rasulullah. Jadi, ketika dia menyebut-nyebut poligami, yang dia maksud sudah pasti poligami yang dilakukan Rasulullah.

Terus terang, saya tidak bisa sepenuhnya menangkap apakah pernyataannya soal pemilihan nama Khadijah dan soal poligami itu serius atau bergurau. Karena kalau itu pernyataan serius, menurut saya, pendapatnya sangat keliru. Dan, kalau pernyataan itu cuma gurauan, maka itu adalah gurauan yang kurang lucu.

Saya bertanya-tanya, bagaimana dia bisa menyetujui satu hal (poligami), tapi dia tidak mau jika hal itu "menimpa" anggota keluarganya (putrinya)? Apakah sikap mendua tersebut lantaran dia menyamakan poligami yang dilakukan Rasulullah dengan poligami yang dilakukan oleh laki-laki yang lain? Apakah dia sadar kalau secara sadar atau tidak sadar dia telah menyamakan derajat Nabi dengan manusia lain yang bukan nabi?

Apakah dia berpikir kalau dia lebih berilmu atau lebih mulia kedudukannya daripada Abu Bakar ra. dan Umar bin Khaththab ra yang masing-masing putri beliau berdua dipoligami oleh Nabi? Apakah dia juga berpikir bahwa Aisyah atau Hafshah atau istri-istri Rasulullah yang lain mengalami ketidak-adilan atau penderitaan selama mereka dipoligami oleh beliau? Itu semua hanya sebagian kecil dari pertanyaan-pertanyaan yang bisa saya ajukan kepada teman saya itu dan dia punya kewajiban moral dan intelektual untuk menjawabnya.

Saya pribadi berpendapat kalau poligami adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan kecuali telah terpenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam Al-Quran. Rasulullah hidup bahagia selama 25 tahun bersama Khadijah hingga sang istri tercinta wafat. Selama 25 tahun penuh rumahtangga Nabi adalah rumahtangga monogamis. Saya pribadi berpendapat bahwa poligami adalah hak istimewa dari Allah yang diberikan khusus bagi Rasulullah yang mengemban tugas menyampaikan risalah kepada seluruh alam.

Saya juga memiliki seorang putri saat ini. Dan terus terang, tidak pernah terlintas di kepala saya kemungkinan putri saya akan dipoligami kelak. Seperti kebanyakan orangtua lainnya, saya hanya berpikir untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi keluarga saya. Saya rasa itulah kewajiban saya sebagai orangtua, dan bukan mendidik dia supaya mau atau tidak mau dipoligami suatu hari nanti.

Di akhir dialog, teman saya itu mengatakan bahwa masalah poligami bukan satu-satunya alasan kenapa dia memilih nama "Khadijah". "Ada banyak pertimbanganlah, bukan cuma itu (poligami). Misalnya, karena Khadijah itu adalah istri yang paling dicintai Rasulullah hingga akhir hayat beliau, sampai-sampai Aisyah sering cemburu dengan almarhumah (Khadijah)," begitu kira-kira yang teman saya katakan. Ah, kalau itu baru saya setuju..

Tuesday, December 04, 2007

sampai kerinduan itu hampir-hampir membinasakan...

Sangat baik apa yang ditulis dalam buku "Al-Quran Berjalan" karya Dr. A'idh Abdullah al-Qarni saat menjelaskan perihal periode terputusnya wahyu dari Allah kepada Rasulullah SAW selama 40 malam sejak wahyu pertama yang turun di Gua Hira. Al-Qarni menulis antara lain:

"Masa terputusnya wahyu itu adalah selama 40 malam. Itu terjadi agar Rasulullah SAW merindukan wahyu. Oleh sebab itu sebagian kaum bijak dan ahli hikmah berkata, "Jika kamu ingin saudaramu semakin mencintaimu, maka menjauhlah darinya untuk sementara waktu. Dengan begitu, saudaramu itu akan semakin terkait hatinya denganmu."

Dengan terputusnya wahyu untuk beberapa waktu, Allah bermaksud menimbulkan kerinduan dalam hati Nabi SAW terhadap wahyu. Oleh karena itu, Allah menghentikan wahyu kepada beliau selama 40 malam."

Menurut riwayat, Nabi SAW memang dilanda kerinduan dan kesedihan yang sedemikian hebat saat wahyu tidak lagi turun kepada beliau. Kerinduan beliau tersebut begitu dahsyatnya sampai hampir-hampir membinasakan beliau. Dikatakan oleh sebagian riwayat bahwa pada masa-masa itu beliau naik ke puncak gunung dan terbersit keinginan untuk melemparkan diri dari puncak gunung. Mengenai hal ini al-Qarni menulis:

"Dalam kesedihan yang mendalam seperti itu, seorang wanita musyrik yang sudah tua renta berkata, "Tuhan(nya) Muhammad telah membencinya dan setannya telah meninggalkannya." Maka turunlah ayat yang berbunyi, "Demi waktu matahari naik sepenggalahan, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu." (QS adh-Dhuha [93]:1-3)"

Tapi, tidak semua ahli sejarah sepakat dengan versi riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah sampai berniat bunuh diri pada periode terputusnya wahyu tersebut. Pasalnya, versi cerita itu berasal dari kalangan sahabat dari sahabat Nabi. Dalam arti lain, periwayat berita itu yakni Ma'mur az-Zuhri adalah sahabat yang tidak hidup sezaman dengan Nabi SAW karena itu hadis (berita) yang dia sampaikan tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Mengenai hal ini, dalam buku "Saat-saat Kritis dalam Kehidupan Rasulullah", Abd. Wahab Hamudah menulis:

"Riwayat mengenai keinginan Nabi untuk melemparkan dirinya dari puncak gunung berlawanan dengan cita-cita beliau sendiri. Sejak pertama beliau sangat berhasrat untuk memberi bimbingan kemanusiaan. Maka bagaimanapun tak mungkin beliau berfikir untuk bunuh diri.

Jika kita perhatikan memang benar Nabi lebih sering menyepi diri dari masa-masa sebelumnya. Tapi, hal itu tidak boleh diartikan dengan satu kesimpulan yang tidak masuk akal yaitu kepergiannya ke gunung itu diartikan untuk menjatuhkan dirinya karena putus asa. Kesimpulan demikian sama sekali tidak beralasan dan tak punya sandaran."

Mengenai cerita itu, Saya pribadi mengikuti pendapat yang kedua. Namun, lepas dari cerita yang terakhir, jelas bahwa Rasulullah sangat sedih dan merindukan turunnya kembali wahyu dari Allah. Ditundanya wahyu kedua dari Allah selama beberapa waktu lamanya boleh jadi untuk menguji keteguhan hati Nabi. Karena itulah, untuk menunggu datangnya wahyu tersebut Rasulullah semakin sering ke gunung lebih dari yang biasa beliau lakukan. "Hal itu beliau lakukan karena sedang mencari nur samawi yang menghilang dan dirindukannya untuk kembali," demikian tulis Hamudah.

Jadi, berbahagialah jika anda selalu menyimpan kerinduan kepada orang-orang yang anda sayangi. Selalu berpikir positiflah kalau yang anda rindukan itu juga merindukan anda karena kecintaan dia kepada anda. Kalaupun sekiranya dia tidak merindukan anda, lakukanlah sesuatu yang bisa membuat dia merindukan anda. Buatlah sesuatu sehingga anda tinggal di hatinya, seperti halnya wahyu dari Langit telah menghujam dalam di hati Rasulullah.

Kecuali kerinduan terhadap Allah dan Rasulullah yang semakin baik jika sering diungkapkan, rahasiakanlah kerinduan anda terhadap orang-orang yang anda cintai jika ingin kerinduan itu bertambah manis dari hari ke hari. Sampai kerinduan itu hampir-hampir membinasakan kita.. Wallahu 'alam.

Tuesday, November 27, 2007

menjadi pembenci atau penyayang?

Membenci itu melelahkan. Sedangkan, menyayangi itu menyenangkan. Alasan bagi kita untuk membenci seseorang, menurut saya, sama banyaknya (atau sedikitnya) dengan alasan untuk menyayangi dia. Kalau kita menganggap membenci itu mudah, maka menyayangi itu jauh lebih mudah.

Kita dapat selalu membenci seseorang meskipun dia selalu berbuat baik atau mengatakan hal-hal baik kepada kita. Untuk melakukan itu, yang kita butuhkan cuma satu; prasangka buruk (suudzan). Sebaliknya, kita juga bisa senantiasa menyayangi seseorang kendati dia sering berbuat buruk atau mengatakan hal-hal negatif tentang kita. Untuk mengerjakan ini juga mudah, cuma satu yang kita perlukan; prasangka baik (husnudzan).

Membenci dan berprasangka buruk itu bisa dilakukan siapa saja, dan yang paling senang melakukannya adalah orang-orang bodoh. Menyayangi dan membiasakan berprasangka baik juga bisa dilakukan siapa saja, dan yang paling menggemarinya adalah orang-orang yang berakal.

Pembenci itu ditemani setan dan dijauhi manusia. Sedangkan, penyayang itu disenangi manusia dan dimusuhi setan. Pembenci itu dibenci bahkan oleh temannya. Sedangkan, penyayang itu disayangi bahkan oleh musuhnya. Pembenci tidak lain adalah peniru akhlak setan. Sedangkan, penyayang itu menapaktilasi akhlak Nabi.

Salah satu hal yang wajib kita benci adalah kegagalan kita dalam menemukan maksud baik dari tindakan atau ucapan seseorang kepada kita. Sangat tepat apa yang pernah dikatakan oleh Imam Ja'far ash-Shadiq: "Kalau Anda mendengar satu ucapan dari seorang Muslim, maka upayakanlah memahaminya dalam arti sebaik mungkin. Kalau Anda tak menemukan makna itu, maka kecamlah diri Anda karena tak mampu menemukannya."*

Sedangkan, salah satu hal yang wajib kita cintai adalah kerja keras kita untuk menyayangi orang yang membenci kita, dan berprasangka baik kepada mereka yang berprasangka buruk kepada kita. Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk mengikuti nasihat berikut: "Jangan pernah memahami kalimat buruk yang Engkau dengar benar-benar buruk selama masih ada peluang memahaminya baik."* Wallahu 'alam.

--------------------------------
* Referensi: M. Quraish Shihab, "Yang Sarat & Yang Bijak", Lentera Hati, September 2007.

Monday, November 26, 2007

saya vs. dokter gigi..

Gigi adalah salah satu bagian tubuh saya yang paling bermasalah. Setidaknya ada beberapa keluhan yang sudah lama saya rasakan di geligi saya terutama gigi bolong dan gusi berdarah. Beberapa gigi saya bolong di bagian atas dan bawah, di bagian kanan dan kiri pula. Nyeri dan berbagai ketidaknyamanan lainnya yang menyangkut gigi-gigi itu hampir menjadi bagian dari keseharian saya.

Berobat atau perawatan rutin ke dokter gigi tidak pernah jadi agenda saya sejak bertahun-tahun lamanya. Terakhir ke dokter gigi sekitar dua tahun lalu, itupun karena dipaksa sama istri. Setelahnya saya kapok karena sakit. Padahal, saya harus kembali ke dokter yang sama sekitar satu bulan setelah itu untuk mengganti tambalan sementara. Saya pikir, dikasih tambalan sementara aja sakitnya bukan main, apalagi tambalan benerannya.

Soal ke dokter gigi, istri saya sepertinya lebih hebat dari saya. Dia tidak kapok ke dokter gigi padahal sebelumnya pernah punya pengalaman yang nyaris bagai mimpi buruk saat salah satu giginya dicabut. Makanya, tidak jemu-jemu dia minta saya ke dokter gigi. Barangkali itu karena dia tidak tega saya merana terlalu lama. Contohnya, beberapa menit sebelum saya menulis di sini, dia tanya, "Pa, kapan mau ke dokter gigi?" Saya jawab, "nanti kalo dokter giginya cuti.."

Akhirnya, dia usul supaya saya menulis sesuatu di blog mengenai (masalah) gigi saya, "kali aja ada hikmahnya buat orang lain," begitu istri saya bilang. Terus terang, saya belum tahu hikmah apa yang bisa diambil dari masalah gigi dan gusi saya ini, kecuali kita perlu rajin-rajin merawat gigi dan secara rutin pergi ke dokter gigi. Satu lagi, jangan takut sama dokter gigi. Apalagi, kata istri saya, baru-baru ini ada semacam perubahan paradigma di kalangan profesi dokter gigi. "Sekarang orientasi semua dokter gigi adalah mempertahankan dan mengobati gigi (yang sakit), daripada mencabut," begitu kata istri saya lagi. Jangan tanya saya apa yang istri saya bilang itu bener atau nggak, karena saya juga nggak tahu.

Tapi, sepertinya saya memang harus memberanikan diri untuk menyambangi dokter gigi karena masalah gigi dan gusi saya makin parah sekarang. Belum lama ini misalnya gusi saya tiba-tiba mengeluarkan darah begitu saya selesai makan bakso. Mungkin serem buat yang lihat waktu itu, kayak Dracula. Bagaimanapun, saya ingin memberikan contoh ke anak saya kalau tidak ada yang perlu ditakutkan dari dokter gigi. Juga agar dia lebih rajin merawat giginya supaya tidak rusak dan sakit seperti gigi saya. Percayalah, tidak sepenuhnya benar kalau dikatakan sakit gigi itu lebih ringan daripada sakit hati..

Thursday, November 22, 2007

memburu buku, melunasi janji..

Sabtu pekan lalu adalah benar-benar hari yang sangat padat bagi saya dan keluarga. Ada beberapa agenda yang telah kami rancang jauh-jauh hari seperti menghadiri resepsi pernikahan salah satu sahabat di daerah Halim, memenuhi janji kepada putri kami ke Bounce Town di Parkir Timur Senayan, dan, kalau sempat, mampir ke Indonesia Book Fair 2007 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan.

Tanpa perlu saya uraikan pengalaman terkena macet hampir di sepanjang perjalanan kami dari Tangerang menuju Halim, kami tiba di tujuan sekitar pukul 12.30. Waktu tempuh dari rumah ke lokasi resepsi hari itu sekitar 1,5 jam. Kami masih punya waktu 30 menit lagi sebelum acaranya selesai. Kami baru meninggalkan gedung tempat resepsi setelah MC mengumumkan kalau acara hari itu sudah selesai. Kami pergi tanpa pamit lagi kepada sohibul hajat karena memburu waktu.

Mari kita lewatkan lagi cerita kami yang lagi-lagi terkena macet dari Halim menuju Senayan, dan langsung ke suasana komplek Senayan. Hari itu, situasi di komplek Senayan tidak jauh beda dari kondisi jalan-jalan di Jakarta pada umumnya; macet total. Penyebabnya, karena selain ada arena Bounce Town dan IBF 2007, hari itu juga ada event Indocomtech yang juga digelar di sana. Syukur alhamdulillah, berkat kejelian istri, perjuangan mencari parkir tidak terlalu melelahkan. Seorang teman yang bertemu di JCC bilang, dia harus berjuang satu jam untuk dapat parkir.

Singkat cerita, putri saya hanya ditemani ibu dan pengasuhnya bermain di Bounce Town. Tadinya, saya berniat ikut, tapi karena tiket masuknya luar biasa mahal untuk kantong saya, saya lebih memilih ke IBF sendirian. Ini berkah luar biasa sebetulnya. Saya tidak tega kalau harus mengelilingi stan-demi-stan di IBF bersama istri dan putri saya. Kalau itu yang terjadi, semuanya bisa rugi, istri dan putri saya kecapean, dan saya tidak puas memilih buku-buku. Akhirnya, dengan pinjaman lunak dari istri, saya pun berangkat ke JCC.

Ingin rasanya saya menceritakan secara detil suasana IBF hari itu, tapi saya pikir itu tidak ada gunanya kecuali hanya membuat tulisan ini semakin panjang dan membosankan. Hal yang menarik untuk saya tulis di sini adalah kronologis bagaimana saya menghabiskan rupiah-demi-rupiah uang pinjaman dari istri di beberapa stan penerbit buku di IBF yang digantikan dengan semakin berat dan banyaknya buku dalam kantong belanja yang saya jinjing.

Total ada 12 buku yang saya beli. Dua-belas buku bisa disebut banyak, tapi juga bisa disebut sedikit. Banyak karena tidak sampai satu atau dua tahun sekali saya belanja buku sebanyak itu. Dan sepertinya, jumlah itu memecahkan rekor saya sejauh ini dalam berbelanja buku. Tapi, 12 buku itu bisa berarti sedikit karena hari itu saya telah menahan diri untuk tidak membeli beberapa buku yang lain karena keterbatasan anggaran.

Berikut ini adalah daftar buku yang saya bawa pulang dari IBF 2007. Daftar ini sedapat mungkin saya susun berdasarkan urutan kronologisnya. Buku yang ada di urutan paling atas dari daftar adalah buku yang pertama kali saya beli begitu saya menginjakkan kaki di arena IBF:
1. Yang Ringan & Yang Jenaka (M. Quraish Shihab, Lentera Hati).

2. Visualisasi Kepribadian Muhammad SAW (Irsyad Baitus Salam).

3. Visualisasi Fisik Muhammad SAW (Irsyad Baitus Salam).

4. Kisah Binatang dalam Al Quran: Srigala Nabi Yusuf (Iqra Media)

5. Kisah Binatang dalam Al Quran: Paus Nabi Yunus (Iqra Media)

6. Kisah Binatang dalam Al Quran: Hud-hud Nabi Sulaiman (Iqra Media)

7. Kisah Binatang dalam Al Quran: Gajah Abrahah (Iqra Media)

8. Yusuf & Zulaikha (Hakim Nuruddin Abdurrahman Jami, Penerbit Lentera)

9. Silsilah Ummahatul Mukminin (Irsyad Baitus Salam).

10. Curhat Suami untuk Istri (Irsyad Baitus Salam).

11. Kisah-kisah Teladan untuk Keluarga (Dr. Mulyatno, Gema Insani Pers)

12. Sirah Nabawiyah (Pustaka Al Kautsar)

Dan di bawah ini adalah daftar buku yang sempat saya lirik, pegang, dan tertarik untuk memilikinya, tapi tidak jadi:

1. Antologi Islam (Al Huda). Buku ini direkomendasikan oleh salah satu sahabat saya yang bermazhab ahlul bait. Diskonnya lumayan, tapi tetap masih “lumayan” untuk anggaran saya. Lagipula, setelah melihat isinya, saya kurang tertarik untuk memilikinya.

2. Pintu Ilmu: 1001 Filsafat Hidup Pecinta Ilmu dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Saya sudah punya buku ini. Saya juga sudah pernah membeli lagi dan menghadiahkan buku ini kepada salah seorang sahabat. Kemarin saya niat untuk beli lagi sebagai stok hadiah untuk sahabat yang lain. Tapi kemudian anggaran tidak menyetujui niat saya itu.

3. Taman Rekreasi Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Dimabuk Rindu (Ibnul Qayyim Al Jauziyyah). Ini buku bagus dan sudah lama saya incar. Apalagi harganya juga tergolong sangat ringan. Tapi, saat itu uang saya tidak mencukupi karena masih ada buku yang prioritasnya lebih tinggi yang saya niatkan untuk beli.

4. The Kite Runner (Khaled Hosseini). Novel ini sudah ada di rak buku saya. Saya ingin beli karena; 1) sebagai stok untuk saya hadiahkan ke orang lain, 2) buku yang dipajang di stan Mizan itu diterbitkan kembali dengan edisi/cetakan terbaru. Sampulnya diganti dengan poster filmnya yang akan dirilis Desember 2007 nanti.

5. Ar Rasul (Said Hawwa). Kalau uang saya cukup, mungkin buku sejarah hidup Rasulullah ini saat ini sudah bertengger di rak buku saya, bersama dengan buku-buku dengan tema sejenis yang sudah menghiasi koleksi saya. Tapi, dengan berat hati, saya lebih memilih buku Sirah Nabawiyyah, yang sepertinya lebih bagus walaupun sedikit lebih mahal.

Kurang lebih 2,5 jam kemudian, saya dihubungi istri yang telah siap meninggalkan Bounce Town. Setelah saya bertemu dengan mereka, saya melihat putri saya sudah berganti pakaian dan rambutnya basah kuyup. Tapi, wajah putri saya begitu berbinar-binar yang, kalau saya boleh tafsirkan, merupakan tanda kalau dia benar-benar puas bermain. Dia langsung mengorek-ngorek isi kantong belanja yang ada di tangan saya. Saya kemudian membantu dia dengan mengambilkan empat buku seri Kisah Binatang dalam Al Quran dan memberikan buku-buku itu kepada dia.

Dalam perjalanan pulang, saya usul kepada istri untuk mampir ke bazaar buku Gramedia di salah satu mal tidak jauh dari rumah. Tujuannya adalah untuk membeli buku yang dititipkan beberapa teman di kantor. Setelah istri setuju, kami pun mampir ke tempat tersebut. Lagi-lagi, saya kembali ke mobil dengan menenteng tujuh buku yang lumayan tebal dalam kantong belanja. Alhamdulillah, satu-demi-satu janji bisa saya lunasi dalam satu hari, begitu saya pikir.

Tapi, sekitar pukul 21.30, telepon kami berdering, ternyata yang menghubungi adalah sahabat kami yang pengantin baru, yang siang sebelumnya kami hadiri resepsinya. “Mrie, tadi lo ke mana? Tadi gue cariin lo buat foto bareng,” begitu dia bilang. Aduh, saya merasa bersalah bukan main. Saya pun minta maaf dan menjelaskan kalau saya pulang tanpa pamit karena putri saya merengek minta pulang. Betul, saya berbohong dan tidak mengatakan kalau kami buru-buru pulang karena untuk mengejar waktu ke tempat lain. Semoga Allah memaafkan saya karena berbohong, dan semoga teman saya ridha dengan permintaan maaf saya.

Di akhir pembicaraan, saya mengucapkan selamat kepada dia yang akan berbulan madu ke Bali esok harinya. Dengan maksud menghibur diri, dalam hati saya berjanji akan meminjamkan salah satu buku baru saya, Curhat Suami untuk Istri, kepada si pengantin baru, insya Allah.

Monday, November 12, 2007

curhat, bagaimana dan kepada siapa?

Belum lama ini, seseorang yang sangat dekat dengan saya mengatakan kalau ia merasa tidak dihargai karena saya tidak pernah curhat dengan dia. Sebetulnya, saya tidak terlalu setuju dengan apa yang dia keluhkan. Tapi, dia tidak sepenuhnya keliru. Saya memang tidak sering curhat, tapi sesekali saya melakukan itu.

Tidak sedikit dari orang-orang di sekeliling kita yang menyukai curhat. Mereka curhat kepada istri atau suami, teman kantor, sahabat, teman chatting, kepada orang tua, kepada adik atau kakak, kepada kakek atau nenek, dan mungkin kepada anak-anaknya. Apa yang dicurhatkan pun berupa-rupa isinya. Tapi, kebanyakan isi curhat itu adalah masalah yang tergolong rahasia. Orang yang menceritakan itu biasanya tidak ingin apa yang dia curhat-kan, diketahui oleh banyak orang.

Mereka yang biasa curhat boleh jadi telah mengetahui manfaat dari aktifitas tersebut. Karena, kalau curhat itu tidak ada manfaatnya, tidak mungkin banyak orang melakukan itu. Manfaat curhat misalnya, seseorang tidak hanya merasa lebih ringan dalam menghadapi masalahnya karena ada seseorang untuk berbagi, tapi ia juga dapat menemukan jalan keluar dari masalahnya itu.

Nabi Muhammad pun curhat kepada sang istri, Khadijah, misalnya pada saat beliau pertama kali menerima wahyu dari Allah di Gua Hira. Turunnya wahyu pertama sangat memengaruhi fisik dan juga psikis Nabi. Diriwayatkan bahwa tubuh Nabi gemetar dan menggigil, sehingga saat beliau pulang ke rumah pun ia dalam keadaan goncang dan meminta agar Khadjah menyelimutinya. Kepada Khadijah, Rasulullah berkata, "Aku merasa amat takut melihat sesuatu yang belum pernah kulihat dan tak pernah kubayangkan." Khadijah kemudian berkata, "bergembiralah, Allah tak akan menghinakan engkau."

Lebih jauh, Khadijah berusaha menghibur dan menenangkan hati beliau dengan memuji sifat-sifat dan akhlak mulia yang dimiliki Rasulullah. Antara lain Khadijah mengatakan, "engkau tidak usah cemas karena engkau orang baik, engkau selalu berkata dengan ketulusan, orang yang sedang kesusahan selalu engkau tolong, bila datang tamu engkau selalu menghormatinya, engkau selalu berpihak kepada kebenaran, bila seseorang ditimpa bencana engkau selalu menolongnya."

Dalam kisah di atas, saya melihat bahwa Rasulullah tidak hanya curhat kepada Khadijah sebagai istrinya, tapi juga sebagai seseorang yang beliau percayai dengan sepenuh hati dan jiwanya. Jadi, sebaiknya kitapun curhat, menumpahkan isi hati kita, yang sebagian di antaranya mungkin rahasia, hanya kepada orang yang benar-benar kita percayai. Sedikit mungkin orang yang tahu rahasia kita, insya Allah, itu lebih baik.

Pada hari-hari tertentu, saya memilih untuk tidak curhat bukan karena saya tidak memercayai seseorang, tapi karena masalah yang saya hadapi saat itu hanya menyangkut diri saya sendiri. Satu lagi, saya kadang menolak curhat karena takut membicarakan orang lain. Kalau sedang menceritakan suatu persoalan, saya sering ditanya" siapa yang begini?" atau "siapa yang begitu?", saya cuma jawab, "ada laah.."

Dahulu, saat curhat dengan Rasulullah menceritakan masalah peribadi mereka, para sahabat seringkali menyamarkan subjek/pelakunya. Dalam hal-hal tertentu, mereka cuma menyebut si anu atau si fulan tanpa menyebut identitas asli orang yang sedang diceritakan. Padahal, tidak jarang "si anu" atau "si fulan" yang sedang dibicarakan dengan Rasulullah sebenarnya adalah orang itu sendiri.

Saya pikir, curhat bukan hal yang buruk sejauh itu tidak merugikan orang lain dan diri sendiri. Menurut saya, sebelum memutuskan curhat kepada siapapun, tanyakanlah setidaknya dua hal ini kepada diri sendiri: Apakah masalah ini harus saya ceritakan kepada orang lain atau dapat saya pecahkan sendiri? Kalau memang saya perlu mendapat masukan dari orang lain terhadap masalah saya, siapakah yang paling bisa saya percayai?

Wednesday, November 07, 2007

chatting-updated

Seorang sahabat belakangan ini kabarnya lagi bingung gara-gara hal yang semula dia anggap sepele. Agaknya tidak terlintas di benak dia sebelumnya bahwa pesan yang dia teruskan (forward) secara massal melalui Yahoo! Messenger (YM) akan ditanggapi secara "mengejutkan" oleh salah satu penerimanya. Pesan sahabat saya ini kelihatannya disalahpahami oleh si penerima. Ini sepertinya terjadi karena si penerima mengira hanya dialah yang menerima pesan itu dari sahabat saya.

Saya juga pernah punya pengalaman yang tidak nyaman saat chatting menggunakan YM. Pernah suatu hari saya dengan maksud bercanda mengirimkan audible (salah satu fitur di YM) berupa ikan buntel (blowfish) yang mengeluarkan suara dan teks "Hey sexy" kepada salah satu sahabat dekat saya. Secara halus dia menegur saya dan bilang (menulis) kalau dia tidak suka dengan audible yang saya kirim karena, menurut dia, itu bernuansa pelecehan. Sayapun langsung minta maaf, sekalipun kepala saya masih diliputi kebingungan.

Saya pikir hampir semua yang lumayan aktif chatting baik melalui YM atau provider lain misalnya Mirc atau Google pernah punya pengalaman yang kurang lebih sama. Mulai dari yang hanya sebatas menyebalkan, sampai yang membuat kita murka atau malah sedih bukan main. Terlebih lagi saya yang baru satu atau dua tahun belakangan lumayan aktif menggunakan YM, masih sering tergagap-gagap dengan media komunikasi yang satu ini. Jadi, kalau pernah ada yang saya buat kesal waktu ber-chatting ria di YM, saya minta maaf.

Pasti sudah banyak tips di internet atau majalah-majalah tentang bagaimana etika chatting yang bisa kita cari. Saya sendiri kayaknya belum pernah menemukan atau membacanya karena memang kebetulan belum pernah mencari artikel tentang itu. Tapi, kelihatannya tips-tips bagaimana ber-chatting yang santun makin saya perlukan supaya saya, sebisa mungkin, tidak menjadi teman chatting yang menyebalkan dan dapat memahami lebih baik lawan chatting saya, serta berbagai keterbatasan saat berkomunikasi melalui fasilitas instant messenger (IM).

Sambil mencari tips itu, bolehlah kiranya saya menyumbangkan sedikit tips berdasarkan pengalaman saya. Tips dari saya mungkin lebih bersifat hal-hal yang perlu dihindari, ketimbang hal-hal yang patut dilakukan, saat chatting lewat IM. Ini sebagian besar, kalau tidak semuanya, saya ambil berdasarkan pengalaman saya beberapa kali membuat kesal lawan (lawan di sini tentu saja maksudnya partner bukan musuh) chatting, karena itu tips ini pasti sangat tidak komplit.

1. Jangan menggunakan emoticon atau audible yang "aneh-aneh" yang bisa mengundang salah tafsir partner chatting. Apalagi menggunakan audible seperti yang pernah saya gunakan (ikan buntel "Hey sexy") sebagai sapaan di awal dialog. Sekalipun partner chatting anda adalah sahabat akrab anda, selama dia lain jenis, sebaiknya tidak menggunakan emoticon/audible yang punya nuansa melecehkan atau kurang pantas demi menghormati dia.

2. Jangan kesal atau marah saat partner chatting kita tidak menjawab pesan kita dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Saya sering kesal kalau pesan saya lama sekali tidak dijawab sama lawan chatting saya. Padahal, saya tahu betul kalau lawan chatting saya saat itu sedang repot mengerjakan pekerjaannya atau mungkin sedang meninggalkan komputernya secara tiba-tiba karena dipanggil oleh atasan atau rekan kerjanya untuk meeting atau diskusi.

3. Jangan lupa untuk meninggalkan pesan kepada partner chatting saat kita meninggalkan komputer. Supaya menjaga perasaan dari partner kita, sebaiknya kita meninggalkan pesan ke dia sebelum meninggalkan komputer. Hal ini penting karena siapa tahu dia sangat menantikan jawaban kita atas pesan dia sebelumnya. Karena itu, jika tidak sempat meninggalkan pesan lewat IM, setidaknya anda mengirimkan sms ke orang tersebut.

4. Jangan membuka jendela dialog dengan banyak orang dalam waktu yang sama. Dari sisi pekerjaan, tentu saja kegiatan chatting yang demikian akan mengganggu aktifitas pekerjaan kita dan mengurangi produktifitas kita. Pasalnya, waktu kita akan habis hanya untuk melayani banyak orang yang sedang berdialog dengan kita di IM. Di sisi lain, chatting dengan banyak orang di waktu yang sama membuat kita tidak konsentrasi dengan partner chatting sehingga jawaban yang diberikan asal bunyi saja. Belum lagi kalau kita kirim pesan ke orang yang salah. Bisa berabe.

5. Jangan gunakan kata atau kalimat yang kasar atau kurang sopan. Ada keterbatasan dalam berkomunikasi menggunakan YM. Kata atau kalimat yang sering atau biasa kita gunakan dalam percakapan verbal face-to-face tidak selalu cocok kita gunakan di IM. Tapi, seperti berbicara juga, kita perlu berhati-hati dalam menulis/mengeluarkan kata-kata. Jangan katakan semua yang engkau ketahui, tapi ketahuilah semua yang engkau katakan, begitu nasihat para nabi. Pikirkan ulang apa yang kita ketik di jendela IM sebelum kita menekan "Enter".

6. Jangan sebarang meneruskan pesan ke orang lain, apalagi orang banyak. Akhir-akhir ini saya sering menerima pesan-pesan terusan dari teman yang lain. Pesan terusan yang saya dapet isinya macam-macam, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai yang sifatnya hidup-mati. Misalnya, ada seseorang yang lagi butuh darah golongan tertentu untuk suatu tindakan medis. Nah, kayaknya kita juga musti hati-hati saat akan meneruskan pesan tertentu ke banyak oorang sekalipun pesan itu menurut kita bermanfaat atau penting. Mungkin yang kita prioritaskan adalah teman-teman terdekat kita untuk meminimalisir kemungkinan pesan kita disalahpahami.

Semoga saja sebodoh-bodohnya tips dari saya masih bisa berguna buat pembaca yang sering chatting via IM atau bila belum mungkin suatu hari nanti akan bersentuhan dengan media yang satu ini. Chatting harus kita jadikan alat untuk menambah teman dan mempererat persahabatan, dan bukan untuk membuat musuh apalagi memutuskan tali persahabatan. Wallahu 'alam.

Friday, November 02, 2007

pakaian

Lumayan sering saya ditanya istri kenapa begitu suka sekali memakai kemeja putih yang, menurut dia, sudah lusuh untuk pergi ke kantor. Sambil berkelakar saya menjawab, "kalau pakai kemeja putih ini saya merasa seperti Presiden Iran Ahmadinejad." Jawaban itu seringkali efektif untuk menghibur dia yang kesal karena saya yang masih tambeng.

Sebetulnya, tidak terlalu berlebihan kalau dia sering protes soal favoritisme saya terhadap kemeja putih lusuh itu. Belakangan, dia belikan saya beberapa kemeja baru dengan harapan agar saya meninggalkan kemeja-kemeja lusuh itu. Sebagai bagian dari ekspresi cinta kepada istri, pakaian baru itu saya pakai, dengan tetap diselang-seling dengan kemeja putih favorit saya pada hari-hari lainnya.

Jujur saja, alasan saya menggemari kemeja putih itu karena saya merasa kemeja itu "jatuhnya" pas di badan saya yang lumayan kerempeng ini. Sedangkan, kemeja-kemeja lainnya cenderung sedikit besar untuk badan saya. Dan juga karena saya menyukai pakaian "bekas" orang lain. Nah, sebagian besar kemeja putih itu adalah milik istri. Sampai sekarangpun, beberapa pakaian yang pernah dipakai ayah saya juga masih sering saya pakai.

Selain alasan di atas, di mata saya, kemeja putih lusuh itu mewakili kesederhanaan dan, insya Allah, bisa menjauhi saya dari sifat sombong. Saya juga sering mengombinasikan atasan putih itu dengan celana panjang hitam sehingga saya tidak ada bedanya dengan karyawan-karyawan yang masih dalam tahap percobaan (trainee) atau seperti petugas katering di pesta pernikahan.

Presiden Ahmadinejad dalam setiap kesempatan selalu terlihat menggunakan pakaian yang jauh dari penampilan presiden pada umumnya. Setelan sehari-harinya adalah kemeja tanpa dasi, jas yang sangat biasa, celana panjang lusuh, dan sepatu butut. Sama seperti mahasiswa Iran kebanyakan. Namun, penampilannya yang demikian rupa sama sekali tidak mengurangi wibawanya sebagai presiden sebuah negara besar.

Dalam sejarah, Imam Ali bin Abi Thalib terkenal sebagai pemimpin yang sangat sederhana dalam segala hal, termasuk berpakaian. Pakaian yang dia kenakan sehari-hari jauh lebih rendah kualitasnya daripada pelayannya. Imam Ali juga sering menggunakan pakaian yang penuh tambalan. Salah seorang sahabatnya pernah menanyakan kenapa ada tambalan di bajunya, beliau menjawab, "pakaian seperti ini membuatmu berhati lembut, meluluhkan rasa sombong dari pikiranmu dan orang-orang muslim miskin dapat membelinya dengan mudah."

Tidak jarang terlintas di kepala saya untuk memakai pakaian yang bagus agar saya terlihat serba "lebih" di antara orang kebanyakan. Pada kesempatan lain, saya sering tergoda untuk memilih pakaian yang kira-kira dapat membuat orang menghormati saya. Kadang tidak sedikit dari kita yang memilih pakaian "mewah" demi mengelabui orang lain dari melihat kekurangan-kekurangan dan ketidakmampuan-ketidakmampuan kita.

Tapi, dalam kesederhanaan itu, saya sering nyaris tergelincir ke dalam jurang kesombongan juga. Betul bahwa saya mungkin terhindar dari sifat riya' (pamer), tapi sifat ujub (bangga diri) senantiasa mengancam saya. Bangga bahwa mungkin saya adalah satu dari sedikit orang yang bisa berpakaian sederhana. Bangga bahwa dengan bersikap sederhana, saya akan disenangi oleh banyak orang. Saya mohon perlindungan Allah dari bencana sifat bangga diri.

Kadang bukan cuma dengan berpakaian bagus atau mewah seseorang bisa terjerumus kepada sifat sombong. Seseorang bisa menjadi sombong meskipun dia tidak memakai selembar benangpun di badannya atau memakai sedikit pakaian saja untuk menutupi tubuhnya.

Begitupula sebaliknya, tidak selalu pakaian mewah membuat pemakainya menjadi tinggi hati. Karena Nabi Muhammad sendiri sesekali tidak menolak memakai pakaian tenunan dari Yaman sebagai pakaian yang mewah sesuai dengan acara bila memang menghendaki demikian.

Imam Ali mengatakan bahwa yang penting adalah si pemakai pakaian, dan bukan pakaiannya itu sendiri. Karena keindahan lahiriah bukanlah keindahan yang hakiki. Wallahu 'alam.


Referensi:
-----------
1. Syed M. Askari Jafari, Gold Profile of Imam Ali, Pustaka IIman, 2007.
2. Ali Shofi, Kisah-kisah Imam Ali bin Abi Thalib as, Penerbit Lentera, 2003.

Tuesday, October 23, 2007

kisah permen karet

Setiap diri kita adalah pendidik. Kita adalah pendidik untuk anak kita, suami atau istri kita, teman, sahabat, dan rekan kerja kita, serta pendidik bagi diri kita sendiri. Untuk menjadi pendidik kita tidak perlu menjadi guru atau dosen dalam artian formal. Pendidikan tidak harus dilakukan di ruang kelas tapi juga di rumah, di kantor, di lapangan, di hipermarket, di minimarket, di mana saja.

Kita juga jangan sungkan kalau pendidik dalam arti luas itu adalah orang yang usianya lebih muda dari kita, seperti adik, adik kelas, atau bahkan anak kita. Atau dari orang-orang yang kita anggap sebagai bawahan kita. Pendidikan adalah proses transfer hikmah. Sekalipun keluar dari dubur ayam, kalau yang brojol itu telur ya ambil saja karena itu bermanfaat buat kita. Imam Ali juga pernah mengatakan, jangan melihat siapa yang berbicara, tapi simak apa yang dibicarakan.

Saya ingin menceritakan sebuah kisah kecil tentang pengalaman istri dan putri saya saat berbelanja di sebuah minimarket. Hari itu, kepada ibunya putri saya minta dibelikan permen karet. Padahal, putri saya tahu kalau permintaannya pasti tidak dikabulkan dan memang belum pernah kami membelikan dia permen karet. Sebetulnya, putri saya tertarik untuk beli permen itu semata-mata karena kemasannya yang bergambar karakter "Hello Kitty" dan berwarna pink, warna favorit dia kayaknya.

Ibunya kemudian menjelaskan kalau dia tidak boleh beli permen karet karena belum bisa memakannya. Putri saya kemudian menjawab, "kata mba Aam boleh." (Usia Aura, putri saya, saat ini sudah lewat dari 3 tahun, dan sudah lancar berdialog dengan kebanyakan orang). Oiya, Mba Aam itu pengasuh Aura di rumah. Menarik karena saat itu ibunya memilih untuk tidak memaksakan pendapatnya sendiri meskipun dia berhak melakukan itu sebagai ibu dan itupun demi kebaikan putri saya juga. Istri saya kemudian memutuskan untuk mengabulkan permintaan putrinya dengan mengatakan, "Begini aja, Mama beliin permen karetnya, nanti di rumah kita tanya mba Aam apa Aura boleh makan permen karet ya?" Aura mengiyakan usul mamanya.

Singkat cerita, begitu sampai di rumah, Aura dan ibunya menanyakan kepada mba Aam, yang dalam kasus ini berperan sebagai hakim, apakah dia boleh makan permen karet. Pengasuh putri saya kemudian dengan agak terkejut bercampur geli menjawab, "ngga boleeeehhhh.." Syukurnya putri saya menepati janjinya. Dia tidak naik banding atas "putusan" pengasuhnya itu. Protespun tidak. Mungkin dia memang dari awal tidak ingin makan permen karet itu karena cuma tertarik sama Hello Kitty-nya, dan sudah cukup senang membawa permen itu dari toko ke rumahnya.

Kisah kecil itu membawa sejuta hikmah buat saya. Istri saya telah menjadi pendidik buat saya dan putri saya. Putri saya juga telah menjadi pendidik bagi saya dan istri. Istri saya dalam kisah itu berusaha menjadi ibu yang demokratis, tidak mau memaksakan kehendak/pendapatnya meski dia tahu bahwa pendapatnya baik bagi putri saya. Istri saya juga berusaha menjadi insan yang egaliter dengan menghormati pendapat orang yang sebetulnya adalah "bawahannya".

Kemudian, meski usianya yang terhitung balita, putri saya pada waktu yang sama juga mengajarkan hikmah yang tidak kalah berharganya kepada kedua orangtuanya. Aura mengajarkan kepada kami bagaimana bersabar saat dia tidak mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Aura juga mengajarkan kepada kami tentang menepati janji. Dia dengan jiwa ksatria menerima putusan "sang hakim" meski itu berlawanan dengan keinginannya, dan menerima perjanjian yang sebelumnya dia buat dengan mamanya.

Mudah-mudahan kisah di atas bisa bermanfaat buat pembaca dan membuat kita semua semakin sadar akan peran kita sebagai pendidik, kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Dan juga semakin membuat kita tidak ragu lagi untuk berpikiran terbuka, menjadi manusia yang lebih demokratis dan egaliter, dan senantiasa siap menerima pelajaran/hikmah dari siapapun, kapanpun, dan di manapun. Wallahu 'alam.

Friday, October 19, 2007

marah tanpa marah-marah

Apa yang saya coba tulis di sini sebetulnya hanya mengulang apa yang pernah disampaikan Prof. Quraish Shihab dalam kesempatan khutbah dhuhur di Masjid Bimantara sekitar setahun silam. Topiknya kira-kira seputar adab atau akhlak marah. Topik ini diangkat saat mayoritas muslim Indonesia dibakar emosinya dalam insiden karikatur yang menghujat Nabi Muhammad SAW di salah satu koran di Denmark.

Saat itu muslim Indonesia, seperti juga muslim-muslim lain di seluruh dunia, dibuat marah sedemikian rupa oleh karikatur tersebut. Cara mereka dalam meluapkan kemarahannya pun bermacam-macam, dari yang masih santun sampai ke tindakan-tindakan yang mendekati anarkis. Setelah itu, polemik menjadi agak bergeser ke soal sampai di mana kita sebagai muslim boleh meluapkan kemarahan terhadap institusi/individu yang menghina kemuliaan Nabi Muhammad hingga ke tingkat yang sangat serius.

Prof. Quraish, seinget saya, mengatakan bahwa marah itu dibolehkan karena Nabi pun pernah marah. Saya juga pernah baca bahwa kalau mendengar kata-kata yang tidak enak, beliaupun marah sampai kedua pipinya merah, tapi tetap beliau tidak mengucapkan sesuatu yang tidak wajar. Marah itu manusiawi, dan dalam kondisi-kondisi tertentu marah menjadi wajib misalnya dalam kasus penghinaan luar biasa terhadap Rasulullah waktu itu.

Meski marah hukumnya mubah (boleh), bukan berarti kita boleh marah-marah kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Marahpun, kata Prof. Quraish, juga ada aturannya, ada adabnya. Sebelum marah, kata beliau, ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan (penjelasan tambahan dan redaksionalnya sebagian besar dari saya):

1. Sebab/alasan yang tepat. Marah boleh dilakukan hanya kalau alasannya benar menurut ukuran-ukuran atau norma-norma agama atau masyarakat. Dalam kasus karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad, muslim telah memiliki alasan yang sahih untuk marah.

2. Marah harus kepada orang yang tepat. Jika telah memiliki alasan atau sebab yang sah untuk marah, kita juga perlu berhati-hati dan jernih dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab atas suatu perkara. Intinya, jangan sampai kita marah kepada pihak yang salah.

3. Marah pada waktu dan tempat yang tepat. Saya tidak pernah melupakan salah satu pengalaman melihat seseorang dimaki-maki, dibentak-bentak dengan menggunakan kata-kata yang kasar di muka umum oleh atasannya. Mungkin saja kesalahan orang itu demikian besar sampai-sampai membuat atasannya murka, tapi saya sangat tidak setuju jika atasannya memaki-maki dia di depan orang banyak. Kalau saya harus memarahi seseorang, saya akan melakukannya di tempat tertentu yang tidak dapat dilihat banyak orang sehingga orang tersebut tidak merasa dipermalukan.

4. Melampiaskan kemarahan dengan cara yang benar. Melampiaskan kemarahan dengan jalan merusak atau menganiaya (fisik atau psikis) itu bukan jalan yang dibenarkan oleh agama. Jangankan begitu, kita juga perlu menghindari menggunakan kata-kata kasar atau kotor saat melampiaskan kemarahan kita.

Tema ini begitu berkesan di hati saya karena apa yang Pak Quraish sampaikan adalah sesuatu yang sering kita hadapi sehari-hari. Betapa sering kita menemui orang atau keadaan yang membuat hati kita bergejolak dan ingin meledakan amarah kita pada saat itu juga. Tapi, agama mengajarkan kepada kita untuk memiliki budi pekerti yang tinggi, bahkan di saat kita marah. Marah boleh asal jangan marah-marah. Wallahu 'alam.

Thursday, October 11, 2007

hafshah, sang pecemburu

Selain Aisyah binti Abu Bakr, istri Rasulullah yang lain yang paling dikenal karena sifat pecemburunya adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab. Ada sejumlah kisah yang diabadikan dalam sejarah di mana sifat cemburu Hafshah tidak jarang sangat menyulitkan Rasulullah. Bahkan, ada satu episode dalam kehidupan Hafshah yang diabadikan dalam Al-Quran (surah 66:1-5) yaitu saat dia bersama Aisyah melakukan pemufakatan tidak terpuji yang membuat Nabi hampir-hampir mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah.

Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah berada di rumah Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah yang lain, sedikit lebih lama dari biasanya. Di rumah yang lain, Aisyah dan Hafshah yang usianya memang tidak terpaut jauh (Aisyah kurang lebih berusia 17-18 tahun dan Hafshah usianya berkisar 20 tahunan), sedang merancang "konspirasi" kecil terhadap sang suami tercinta.

Aisyah, yang memang dikenal sebagai istri Rasulullah yang paling cerdas dan cerdik, bersepakat dengan Hafshah untuk mengatakan sesuatu kepada Rasulullah jika beliau datang lebih dulu ke rumah Hafshah. Yang mesti Hafshah ucapkan kepada beliau adalah, "hai Rasulullah, anda telah makan maghafir (semacam getah yang keluar dari sejenis tanaman, manis rasanya tapi tidak enak baunya)." Rencana ini dirancang sedemikian rupa karena keduanya tahu benar kebiasaan Zainab yang selalu menyuguhkan madu, minuman kesukaan Rasulullah.

Singkat cerita, rumah Hafshahlah yang pertama kali didatangi Rasulullah setelah dari rumah Zainab. Ia kemudian mengatakan, "Aku mencium bau maghafir ya Rasulullah!" Beliau menjawab, "Aku tidak makan maghafir (beliau tidak senang makan sesuatu yang baunya tidak enak), Aku hanya minum madu di rumah Zainab. Aku bersumpah tidak akan meminumnya lagi." Akibat peristiwa ini kemudian turunlah Surah at-Tahrim ayat 1-5. Pada intinya, dalam ayat-ayat tersebut Allah menegur Rasulullah agar tidak terlalu memanjakan istri-istrinya sehingga mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.

Dikisahkan pula bahwa begitu seringnya Hafshah membuat ulah yang didorong oleh sifat cemburunya sampai-sampai Rasullulah hampir menceraikannya. Nabi baru membatalkan niatnya itu setelah Jibril datang kepada beliau dan mengatakan kepada beliau untuk tidak menceraikan Hafshah. Kepada Rasulullah, Jibril berkata, "kembalilah kepada Hafshah, sesungguhnya ia wanita yang senantiasa puasa, mendirikan shalat, dan ia adalah istrimu kelak di surga."

Kisah mengenai Hafshah dan hubungannya dengan Rasulullah mengajarkan kepada kita banyak hal, diantaranya:
  1. Kecintaan Nabi kepada Hafshah dan istri-istri beliau yang lain tidak boleh berlebihan sehingga beliau mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan atas beliau oleh Allah swt.
  2. Sifat pencemburu Hafshah yang berlebihan telah menimbulkan kesulitan di sisi Rasulullah sehingga beliau mendapat teguran dari Allah karena terlalu memanjakan Hafshah.
  3. Allah tetap ridha terhadap Hafshah meski karena sifat cemburunya sering menyusahkan Nabi, karena Allah Maha Mengetahui bahwa kecemburuan Hafshah didorong oleh rasa cintanya yang mendalam kepada Rasulullah. Ia sering berulah karena ia merasa takut Rasulullah kurang memperhatikan dirinya.
  4. Allah melalui malaikat Jibril mencegah Nabi dari menceraikan Hafshah karena ia wanita yang senantiasa puasa, mendirikan shalat, dan ia adalah istri Rasulullah kelak di surga.
--------------
Referensi:
1. Saat-Saat Kritis dalam Kehidupan Rasulullah, Abdul Wahab Hamudah, Pustaka Firdaus, cetakan keempat, Januari 1991.
2. Hafshah binti Umar bin Khattab, oleh Ahmad Sahidin.

Friday, October 05, 2007

I am for everybody

Samar-samar saya ingat pernah membaca bahwa Imam Ali bin Abi Thalib suatu saat pernah mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah mengkhususkan dirinya bagi kaum tertentu, bahkan bagi keluarganya sekalipun. Tapi sebaliknya, perhatian, kasih-sayang, kelembutan, maupun keramahan yang Rasulullah berikan kepada seseorang sedemikian besar dan mendalamnya sehingga membuat orang tersebut beranggapan semua berkah itu hanya beliau khususkan baginya saja. Jiwa dan hati Rasulullah adalah untuk setiap manusia.

Boleh jadi kita tidak pernah lagi menemui seorang pemimpin yang begitu dicintai oleh umatnya. Sebagai pemimpin boleh dikatakan beliau mengharamkan dirinya untuk mengambil jarak dari umatnya. Jika saja keluarga beliau tidak memiliki hak atas waktu dan kasih-sayang beliau pula, sudah pasti beliau akan mencurahkan semua waktu, harta, cinta-kasih, perhatian, dan ilmu beliau sepenuhnya untuk seluruh muslim. Tidak akan pernah kita baca dalam sirah atau biografi Rasulullah di mana beliau ditakuti akan kekejaman atau kekerasan hatinya.

Tidak pernah Rasulullah membeda-bedakan perlakuan terhadap orang yang kaya atau miskin, yang kedudukannya tinggi atau rendah, majikan atau hamba sahaya, tua atau muda. Tidak pernah beliau meminta agar dirinya diistimewakan, dikecualikan dari pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh manusia lainnya. Beliau ikut mencari ranting untuk dijadikan kayu bakar bersama para sahabatnya, beliau ikut bermandikan peluh saat menggali parit waktu Madinah menghadapi ancaman tentara Quraisy, pula beliau mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.

Sebaik-baik pemaksaan atas diri manusia adalah pemaksaan untuk meniru sedapat mungkin kebaikan, kemuliaan, dan ketinggian akhlak beliau. Setidak-tidaknya, kita harus dapat memaksakan diri untuk tidak mengkhususkan diri kita kepada orang-orang tertentu, melainkan membagi waktu, perhatian, kasih-sayang, kelembutan, maupun keramahan kita kepada sebanyak mungkin orang. Sebagaimana Rasulullah begitu dicintai karena kebesaran dan keluasan cintanya, paksakanlah diri kita untuk selalu takut untuk membuat orang takut akan kebengisan atau kekerasan hati kita. Wallahu 'alam.

Wassalam,

amrie

Tuesday, September 25, 2007

Akhlak seorang pemimpin

Tips-tips seorang pemimpin yang adil dari Imam Ali kw.*:
  1. Jangan sekali-kali merasa bangga akan dirimu sendiri atau merasa yakin akan apa saja yang kaubanggakan tentang dirimu.
  2. Jangan jadikan dirimu sebagai penggemar puji-pujian yang berlebihan. Yang demikian itu merupakan kesempatan terbaik bagi setan untuk menghancur-luluhkan hasil kebajikan orang-orang yang berbuat baik.
  3. Jangan mengungkit-ungkit kebaikan yang kaulakukan untuk rakyatmu atau membesar-besarkan jasa yang pernah kauperbuat, atau menjanjikan sesuatu kepada mereka lalu kau tidak memenuhinya.
  4. Perbuatan mengungkit-ungkit suatu kebajikan, memusnahkan pahalanya.
  5. Membesar-besarkan kebaikan diri, menghilangkan sinar kebenarannya.
  6. Menyalahi janji, menghasilkan kebencian di sisi Allah dan di sisi manusia.
  7. Jangan tergesa-gesa mengerjakan sesuatu sebelum waktunya, atau melalaikan di saat kau mampu melakukannya.
  8. Jangan pula memaksakan diri ketika masih diliputi keraguan, atau kehilangan semangat bila telah jelas kebaikannya.
  9. Letakkanlah segala sesuatu pada tempatnya yang selayaknya dan kerjakanlah segala sesuatu pada waktunya.
  10. Jangan mengkhususkan dirimu dengan sesuatu yang menjadi hak bersama orang banyak.
  11. Jangan berpura-pura tidak mengetahui sesuatu yang sudah jelas bagi setiap penglihatan. Hal itu pasti akan diambil kembali darimu untuk mereka yang lebih berhak. Dan sebentar lagi akan tersingkap penutup segala yang bersangkutan denganmu, dan setiap orang yang kaulanggar haknya pasti akan direnggutkan kembali haknya itu darimu.
  12. Kendalikan luapan amarahmu, kekerasan tindakanmu, kekejaman tanganmu, dan ketajaman lidahmu.
  13. Jagalah keselamatan dirimu dengan menahan gejolak emosimu dan menagguhkan hukumanmu sampai saat redanya kembali amarahmu. Sehingga dengan begitu kau mampu memilih yang paling bijaksana.
  14. Bahkan tidak memutuskan sesuatu kecuali setelah cukup menyibukkan hatimu dengan mengingat saat kau dikembalikan kepada Tuhanmu kelak.
  15. Rendahkanlah sayapmu bagi rakyatmu, lunakkan sikapmu untuk mereka, cerahkan wajahmu di hadapan mereka.
  16. Jangan membeda-bedakan perlakuanmu terhadap mereka walaupun dalam lirikan dan pandangan mata. Sedemikian rupa sehingga “orang-orang penting” tidak timbul keserakahannya mengharapkan penyelewenganmu demi kepentingan mereka, dan kaum lemah tidak menjadi putus asa akan keadilanmu demi membela nasib mereka.
  17. Jangan berpura-pura mengerjakan ketaatan untuk Allah secara terang-terangan, dengan maksud melakukan pembangkangan secara sembunyi.
  18. Barangsiapa telah menyamakan antara perbuatannya yang rahasia dan terbuka, serta antara tindakan dan ucapannya, maka sesungguhnya ia telah menunaikan amanat dan mengikhlaskan pengabdian kepada Allah SWT.
  19. Jangan sekali-kali memperlakukan rakyat dengan cara yang kasar dan keji. Jangan menjauhkan diri dari mereka disebabkan Anda merasa lebih mulia sebagai penguasa atas mereka.
---------------------
* Dikutip dari Mutiara Nahjul Balaghah.

Tuesday, September 11, 2007

selamat menunaikan ibadah puasa

"Ya Allah, limpahkan sejahtera kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, berkatilah kami untuk mengetahui keutamaan bulan Ramadhan dan cara menghormatinya serta bagaimana menjaga diri dari segala yang Engkau larang. Tolonglah kami untuk tetap melakukan ibadah puasa dengan menahan semua anggota badan melakukan kemaksiatan dan untuk senantiasa beramal sesuai yang Engkau ridhai. Hingga pendengaran kami tidak condong untuk mendengarkan kesia-siaan, penglihatan kami tidak pula menyenangi pandangan yang penuh dengan kepercumaan. Hingga perut kami tidak pula menelan kecuali yang engkau halalkan, lidah kami hanya mengucapkan kata-kata yang Engkau anggap patut dan berharga. Kami tidak berperilaku kecuali yang mendatangkan pahala-Mu, dan tidak pula saling memberi kecuali yang tak mengundang siksa-Mu. Bersihkanlah semua amalan kami dari sikap riya' orang-orang yang riya' dan sum'ah (menyebut-nyebut kebaikan) orang-orang yang sum'ah agar kami tidak menyekutukan-Mu dan tiada pula yang kami harapkan selain Diri-Mu."*

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi semua rekan, sahabat, dan pembaca.

-------------
*Sepetikan doa Imam Ali Zainal Abidin saat memasuki bulan Ramadhan, dikutip dari Ash-Shahifah As-Sajjadiyyah, Penerbit Lentera.

Friday, September 07, 2007

mari berdebat dengan manis

Salah satu alasan saya belum mau berhenti dari dua mailing-list yang sudah setahun lebih saya ikuti: Jurnalisme dan Forum Pembaca Kompas, adalah perdebatan di kedua milis ini sangat bernas, mencerahkan, dewasa, dan santun.

Beberapa kali saya sebetulnya ingin mundur dari kedua milis itu, atau setidak-tidaknya mengubah cara berlangganan e-mail dari milis-milis itu. Soalnya, saya sering ga punya waktu untuk baca e-mail2 dari kedua milis itu. Akhirnya, unread e-mails pun menumpuk hingga mencapai ribuan hanya dalam waktu beberapa minggu saja. Sekarang saja di kotak surat Yahoo saya ada lebih dari 7000 e-mail yang belum terbaca. Edan.

Singkat cerita, sampai saat ini saya masih menjadi anggota di kedua milis itu. Walaupun, jujur saja, saya sangat jarang nimbrung dalam diskusi-diskusi tentang beragam topik di kedua milis itu. Saya adalah anggota pasif, penonton, pendengar, dan pembaca. Tapi, saya belajar sangat banyak dari perdebatan-perdebatan ataupun diskusi-diskusi yang terjadi di kedua milis itu.

Saya sering menemukan anggota milis yang sangat elegan dan bijak dalam setiap diskusi yang dia ikuti. Setiap pendapat yang dia sampaikan senantiasa didukung dengan referensi, logika, atau ilmu pengetahuan. Posting atau pendebat-pendebat favorit saya adalah mereka yang menyampaikan pendapat dengan cara yang santun dan rendah hati. Mereka selalu menghargai pendapat pihak lain yang berseberangan dengan pendapatnya. Mereka tidak menyerang ke diri personal lawan debat, dan tiap perdebatan diselipi dengan humor sehingga debat tidak terlalu "panas". Mereka tidak merasa benar sendiri, dan menyadari bahwa dirinya tidak pernah luput dari kesalahan atau ketidaktahuan akan subjek yang sedang didiskusikan.

Memang tidak jarang juga saya membaca diskusi-diskusi yang sulit untuk dibilang baik. Diskusi-diskusi yang penuh makian, hujatan, dan saling menghina diri personal, hingga keyakinan yang dianut lawan debat. Ah, perdebatan seperti ini, meski sekilas memang "seru", tapi bukan model diskusi yang perlu dicontoh.

Dalam berdiskusi, saya, sedapat mungkin, selalu berusaha untuk menghormati pendapat orang lain yang kebetulan berbeda. Dalam berargumen, saya juga usahakan untuk menggunakan cara berpikir dan perspektif kawan debat saya saat itu. Saya usahakan setengah mati untuk mempelajari "bahasa" dia. Pendeknya, saya ingin meniru tokoh Thio Bu Kie di film Heaven Sword and Dragon Sabre yang tiap bertarung selalu memakai jurus yang sangat dikuasai dan digunakan lawannya. Saat dikalahkan, si lawan merasa kalah secara terhormat karena dia dikalahkan dengan jurusnya sendiri.

Terakhir, marilah berdebat dengan santun, manis, dan penuh kasih-sayang. Pendapat kita boleh saja berbeda, tapi tujuan kita sama: mencari kebenaran. Kita harus bisa menerima dengan lapang dada bahwa kadang kebenaran ada di sisi kita, dan kadang ada di sisi pihak lain. Kalau kita ingin menjadi pihak yang benar terus, mungkin kita perlu mempertimbangkan untuk tinggal di dalam goa di atas gunung, sendirian. Wallahu a'lam.

Thursday, August 30, 2007

yang tersembunyi

Terlalu lama tidak menulis ternyata memang bisa menumpulkan kreatifitas dan sensitifitas. Setidaknya inilah yang saya alami. Ini semakin membuktikan bahwa saya memang bukan natural born writer (meminjam judul salah satu filmnya Tarantino, "Natural Born Killer"). Untuk menulis, saya harus memutar otak, memeras akal, dan memburu ide sampai ngos-ngosan. Betapa tidak tahu malunya saya pernah menganggap diri sebagai penulis.

Untuk menuliskan (alasan) kenapa saya tidak bisa menulis pun saya kelelahan setengah mati. Beberapa kali saya harus menarik jari-jemari saya dari keyboard dan saya pindahkan ke kepala demi mencari kata yang saya anggap indah dan bisa mengundang decak kagum siapapun yang membaca, termasuk diri saya sendiri. Hari ini saya mempertanyakan niat saya untuk menulis. Saya mengiterogasi apa motif saya untuk mencoba menjadi penulis sejak awal.

Saya ragu tujuan saya menulis adalah semata-mata untuk berbagi ilmu. Saya sangsi hati saya bebas dari riya' saat menuangkan buah pikir saya ke dalam tulisan. Saya tidak yakin hati saya bersih dari jumawa di balik kerendah-hatian (bahasa) saya. Saya merasa selalu ada yang saya sembunyikan di balik keterusterangan saya. Saya tidak ingat lagi berapa kali saya berdusta dalam kejujuran saya.

Saya selalu sibuk memberikan penilaian tentang orang yang menyakiti saya, tapi paling malas untuk mengingat-ingat berapa kali dan berapa banyak orang yang telah saya sakiti hatinya. Saya paling jeli dalam melihat kekurangan dan cacat orang lain, dan saya seolah-olah menjadi buta akan kelemahan dan dosa-dosa saya sendiri.

Saya khawatir saya sangat mengharapkan dan menikmati pujian orang lain. Di lisan dan tulisan saya bilang menyukai kritik, tapi di dalam hati jangan-jangan memendam dendam kepada si pengritik. Mungkin saya memang belum pernah benar-benar menulis. Sejauh ini saya baru dalam tahap mencoba-coba menulis. Wallahu a'lam.

Tuesday, August 14, 2007

nonton lagi: good will hunting

"I stand upon my desk to remind myself that we must constantly look at things in a different way." (Dead Poets Society).

Akhir pekan lalu, untuk kesekian kalinya, saya nonton lagi Good Will Hunting. Film itu masih saja membuat saya terkesan. Akting Robin Williams memukau, Matt Damon juga tak kalah memikat. Dialog-dialognya menyihir. Dalam kalimat pendek, film tentang orang-orang cerdas ini betul-betul mencerdaskan penikmatnya (baca: penontonnya). Saya rasa, boleh dibilang menyedihkan fakta bahwa tidak banyak film seperti ini dibuat dalam waktu-waktu terakhir ini (Good Will Hunting dirilis pertama kali 10 tahun lalu atau tepatnya pada 1997).

Saat ini, saya tergoda untuk menulis betapa selama beberapa tahun belakangan kita, para penikmat film, sangat kekurangan suguhan film yang bermutu. Godaan ini semakin menjadi-jadi saat kita melihat dengan jelas betapa orientasi pembuat film di Hollywood sepertinya melulu hanya mengejar untung sebanyak-banyaknya. Tapi, saya rasa saya bisa menerima kesepakatan umum bahwa film dibuat dan hadir di ruang tonton kita untuk menghibur. Kalimat yang sering saya dengar dalam konteks ini adalah, kita nonton film untuk mencari hiburan, melepas penat, dan bukan untuk diajak berpikir (lagi). Ah, ini juga hal yang relatif susah dan ga terlalu penting untuk diperdebatkan.

Saya sendiri termasuk orang yang tidak bisa membedakan atau membuat batasan antara "film hiburan" dan "film serius". Karena saya cukup sering menemukan "film hiburan" (mungkin sebagian menyebutnya 'popcorn movie') yang digarap dengan dan memiliki alur cerita yang serius (baca: berbobot), dan saya juga hampir tidak bisa menghitung banyaknya "film serius" (yang lain menyebutnya, film 'berat') yang sangat menghibur pada waktu yang sama. Good Will Hunting, menurut saya, ga terlalu cocok untuk dikategorikan sebagai popcorn movie, tapi dia sangat menghibur. Segala sesuatu yang mencerdaskan selalu menghibur, bukan?

Soal mencerdaskan, buat saya, film tidak kalah berpengaruhnya ketimbang buku. Film adalah buku saya, dan buku adalah film saya. Seperti halnya buku, film seringkali mengajarkan hal-hal yang baik. Betul bahwa saya "membaca" film sama seriusnya ketika saya membaca buku. Tapi, (fungsi) film tidak bisa ditukar dengan buku, dan begitu juga sebaliknya, (fungsi) buku tidak akan digantikan dengan film. Film dan buku, menurut saya, adalah saudara kembar yang punya keunikan masing-masing, dengan cara dan citarasa penyampaian yang berbeda. Karena itulah, boleh jadi, adaptasi buku ke film tidak akan pernah sama "lezatnya" seperti bukunya, dan begitu pula sebaliknya.

Dengan banyak menonton film (dan membaca buku tentunya) kita seperti orang yang berdiri di atas meja; kita (bisa dan dibiasakan) melihat segala sesuatu dengan cara pandang yang berbeda. Film membuat setiap kita sadar bahwa kita hanyalah bagian kecil dari semesta raya. Tapi, pada saat yang sama, film meyakinkan diri kita semua bahwa tiap kita adalah spesial, unik, dan punya potensi untuk menjadi pahlawan. Tren film-film belakangan adalah memunculkan sosok/tokoh anti-hero; orang yang sebetulnya bisa dikategorikan "penjahat", tapi karena keadaan tertentu, sang penjahat menjadi pahlawan.

Dunia (dalam arti luas), dari kacamata film, seringkali digambarkan sebagai sesuatu yang bukan sekadar hitam-putih. Dan, film menasihati kita - secara halus - agar membiasakan diri untuk menerima banyak hal yang tidak biasa menurut ukuran kita sendiri. Wallahu a'lam.

Thursday, August 09, 2007

ampe tua

"Gw sng qt2 msh bs kmpl. Itu aja yg gw suka. kdg gw bth tmn crta, brbgi suka or sng n kdg ht gw ska mrs sepi rie. Mdh2an ampe tua qt bs kmpl n ktmuan ye!"

Akhir Juni lalu salah satu sahabat baik saya berulang tahun yang ke-30. Dia adalah salah satu teman sejak kuliah dulu yang sampe sekarang masih sering ketemu. Sebagai sesama orang betawi, dia juga adalah sahabat yang sangat dekat dengan saya karena becandaan kami satu "bahasa". Karena itu juga saya sangat akrab dengan orang tua sahabat saya itu, begitu juga sebaliknya. Sebetulnya, saya sudah menganggap dia sebagai saudara saya sendiri.

Meski sudah lewat lebih dari satu bulan sejak dia berbaik hati mentraktir saya dan beberapa sahabat lain makan-makan, tapi baru minggu lalu saya punya kesempatan kasih dia kado. Saya tahu mungkin tradisi memberikan kado saat ultah hanya lazim di kalangan anak-anak dan abege. Tapi, sebagian orang masih menjalankan dengan setia tradisi memberi kado pada teman atau sahabatnya yang berultah. Saya mencoba mengikuti tradisi yang baik ini.

Kado yang saya pilih adalah buku terjemahan The Beatles: After The Break Up. Saya pilih itu karena dia penggemar berat The Beatles. Saya baru bisa kasih itu ke dia minggu lalu saat kami dan beberapa sahabat lain ketemuan di salah satu restoran di kawasan Kuningan. Agenda kami waktu itu sebetulnya ingin temu-kangen dengan seorang teman dari Balikpapan yang sedang datang ke Jakarta. Sayangnya, teman kami ini malah ga datang. Padahal, sahabat saya itu sudah semangat membantu si tamu untuk bisa bertemu dengan teman-teman kuliahnya dulu.

Tapi, betapapun begitu, kami yang sudah datang malam itu sama sekali tidak kehilangan keceriaan dan kebahagiaan. Suatu hal yang boleh jadi tidak akan kami peroleh jika teman yang "bolos" itu jadi datang. Syukurlah. Demikian serunya sampai-sampai kami baru bubar begitu pegawai resto secara halus mengusir kami dengan prosedur standar: semua bangku di kiri dan kanan kami dibalik di atas meja, dan sebagian lampu sudah dimatikan. Akhirnya, mau ga mau, kami harus pergi. But, yes, we had a blast.

Menjelang tengah malam baru saya sampe rumah. Saya cek HP, ada SMS dari sahabat saya itu yang bilang kalau dia sangat suka dengan kado dari saya. Saya balas SMS dia dengan menulis kurang lebih bahwa kado dari saya betapapun bagus atau mahal tidak akan bisa membayar persahabatan tulus yang dia kasih ke saya selama ini. SMS saya itu kemudian dia balas lagi yang sebagian isinya saya kutip ulang di bagian awal tulisan ini.

SMS dia itu bikin saya terharu. Mungkin saya telah membuat istri saya cemburu karena punya sahabat sebaik dia. Saya, seperti juga dia, menghargai dengan harga yang sangat tinggi sebuah persahabatan. Harapan dia agar kami dapat terus menjalin kemesraan sebagai sahabat hingga kami lanjut usia adalah juga harapan saya. Semoga Allah tidak menjadikan persahabatan kami yang tulus dan bersahaja seperti nasib The Beatles yang melegenda tapi akhirnya tercerai-berai...

Tuesday, July 24, 2007

magnificent seven


Hukum untuk semua
- Hukumonline.

Meskipun saya penggemar berat film, judul tulisan ini tidak ada kaitannya dengan film koboi dengan judul sama yang suksesnya sangat melegenda. Karena itu, anda yang tidak begitu suka film atau khususnya film koboi, tidak perlu ragu untuk meneruskan membaca tulisan ini kalau mau. Sebaliknya, buat anda yang sebelumnya mengira tulisan ini adalah ulasan terkini film yang melambungkan nama aktor Yul Brynner itu juga tidak perlu kecewa. Karena isi tulisan ini tidak kalah menariknya dari dar-der-dornya film adaptasi Seven Samurai itu. Paling tidak itulah niat penulis.

Judul Magnificent Seven di atas saya maksudkan untuk hari ulang tahun Hukumonline (Hol) yang ke-7 pada 14 Juli lalu. Ulang tahun Hol tahun ini sedikit istimewa karena menyangkut angka 7-nya itu. Ultah yang ke-7, pada bulan 7 (Juli), dan tahunnya 2007. Belum lagi kalau mau "dipaksakan" tanggal 14 setelah dibagi dengan 2 hasilnya adalah 7. Dan, seperti juga pernah ditulis di Hol, angka 7 punya banyak makna yang terpuji. Boleh diduga, jagoan yang berjumlah 7 orang di film Magnificent Seven dan Seven Samurai terilhami oleh keistimewaan angka 7. Buat yang tertarik dengan keajaiban angka, mungkin bisa membaca buku Annemarie Schimmel, The Mystery of Numbers.

Ultah Hol ke-7 tahun ini menjadi lebih istimewa tentunya bukan sekadar karena angkanya bagus. Tapi, karena ada pencapaian yang luar biasa (magnificent). Sebagai media online, Hol tidak sekadar masih online, tapi juga masih terus berjuang membuat perubahan. Kehadiran Hol dari waktu ke waktu membuat moto "Hukum untuk semua" semakin terlihat dan dirasakan oleh para pembacanya, atau publik secara luas. Di tahun yang ke-7 ini, Hol telah banyak berubah dan membuat banyak perubahan yang positif.

Penulis yang bagaimanapun punya keterbatasan dalam memberikan penilaian mencermati bahwa Hol adalah media yang sangat dekat dengan komunitas profesi hukum, khususnya advokat dan calon advokat. Sejauh ini saya tidak menemukan ada media lain, baik yang cetak, elektronik, ataupun online yang memiliki perhatian yang ekstra besar kepada komunitas atau profesi ini kecuali Hol. Lebih dari itu, format Hol yang memungkinkan para pembacanya untuk memberikan tanggapan terhadap suatu berita memberikan kontribusi besar dalam menjalin interaksi antara sesama pembaca maupun antara pembaca dengan Hol. Ini yang menurut hemat saya sungguh luar biasa.

Penilaian yang boleh saja dianggap berlebihan itu memang keluar dari penulis yang pernah menjadi bagian dari Hol selama lebih dari empat tahun. Dan penulis sepenuhnya sadar bahwa para pembaca Hol yang lain memiliki penilaian tersendiri terhadap Hol sesuai dengan manfaat dan ke-tidakmanfaat-an yang dirasakan selama menjadi pembaca Hol. Satu hal lagi, setelah tidak lagi di Hol, bukan sekali atau dua kali penulis membaca tulisan-tulisan Hol yang kurang pas baik dari sisi akurasi (terpenuhinya kaidah-kaidah jurnalistik) atau gaya penulisan.

Salah satu godaan terbesar saat menjadi jurnalis adalah beropini dalam berita. Antara fakta dan opini pun pada akhirnya sulit untuk dibedakan. Teman penulis yang juga seorang pembaca Hol pernah mengatakan kepada saya bahwa gaya penulisan di Hol cenderung "menggiring"pembacanya kepada opini yang dibangun si penulis berita yang bersangkutan. Untuk berita yang dia kritik itu, kebetulan saya tidak sependapat dengan dia. Tapi, penulis memang pernah menemukan berita Hol yang lain yang isinya persis seperti yang teman saya ilustrasikan.

Artinya, Hol bukannya tidak memiliki kelemahan, tapi yang saya lihat Hol masih jauh dari berhenti untuk berbenah dan memberikan layanan yang paripurna bagi pembacanya. Misalnya saja terobosan untuk membuat blog Hukumonline 3.0 (semoga cuma kebetulan namanya mirip-mirip judul film Die Hard 4.0 yang diputar perdana juga di bulan Juli). Bila digarap secara serius dan kreatif, blog ini dapat menambah manfaat baik but Hol maupun para pengguna internet pada umumnya. Blog ini bukan saja akan meningkatkan derajat interaksi Hol dengan pembacanya atau antar-pembaca, tapi juga berpotensi menjaring komunitas blogger dalam negeri yang jumlah bertambah terus dari menit-ke-menit.

Hol juga cukup jeli menangkap sisi kanak-kanak pada tiap orang yaitu dengan merancang game yang masih berbau hukum. Jurus ini mungkin saja dicoba untuk meningkatkan kadar ketergantungan pembaca online terhadap Hol. Berbicara soal ketergantungan, penulis menunggu Hol untuk membuat fitur atau wahana sejenis Friendster (FS) yang telah menyihir banyak pengguna internet dari segala usia. Agaknya tidak perlu diperdebatkan lagi betapa wabah FS telah merebak luas dan membuat banyak orang sedikit banyak kecanduan untuk ber-FS ria setiap kali bertemu komputer yang dialiri koneksi internet.

Kembali ke soal film, saat pertama kali penulis punya niat untuk buat tulisan soal ultah Hol, penulis teringat dengan salah satu dialog dari film Jerry Maguire. Ada adegan dalam film itu di mana tokoh Rod Tidwell (seorang atlet football yang diperankan dengan dahsyat oleh Cuba Gooding Jr.) dengan rasa bahagia yang tak terkira berterima kasih kepada manajernya, Jerry Maguire (diperankan Tom Cruise) dengan kalimat singkat namun sangat indah dan dalam: "Andalah duta besar mimpi saya." Saya hendak mengakhiri tulisan ini dengan ucapan selamat dan harapan agar Hol tetap akan selalu menjadi duta besar mimpi dan cita-cita reformasi hukum di Negeri tercinta ini.

Friday, July 13, 2007

percikan pribadi sang kekasih

  1. Dia adalah Rasulullah – Utusan Allah; tapi tidak mau menampakkan diri dalam gaya orang berkuasa atau sebagai raja atau pemegang kekuasaan duniawi.
  2. Dipenuhinya undangan yang datang dari orang merdeka atau dari si budak dan si miskin.
  3. Orang yang minta maaf dimaafkannya.
  4. Dikunjunginya orang yang sedang sakit yang jauh tinggal di ujung kota.
  5. Ia yang memulai memberi salam kepada orang yang dijumpainya.
  6. Apabila ada orang yang menunggu ia sedang salat, dipercepatnya sembahyangnya lalu ditanyanya orang itu akan keperluannya.
  7. Baik hati ia kepada semua orang dan selalu tersenyum.
  8. Ia ikut memikul beban keluarga; ia mencuci pakaian, menambalnya, dan memerah susu kambing.
  9. Ia juga yang menjahit terompahnya, menolong dirinya sendiri dan mengurus unta.
  10. Apabila ia melihat seseorang yang sedang dalam kebutuhan, ia dan keluarganya mengalah, sekalipun mereka sendiri dalam kekurangan.
  11. Tak ada sesuatu yang disimpannya untuk esok, sehingga tatkala ia wafat baju besinya sedang tergadai di tangan seorang Yahudi karena untuk keperluan belanja keluarganya.
  12. Sangat rendah hati ia, selalu memenuhi janji.
  13. Begitu halus perasaannya, begitu lembutnya hatinya, ia membiarkan cucunya bermain-main dengan dia ketika ia sembahyang.
  14. Ia pernah bersembahyang dengan Umama, putri dari putrinya Zainab, sambil dibawa di atas bahunya; bila ia sujud diletakkan, bila ia berdiri dibawanya lagi.
  15. Dia sendiri yang bangun membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang berlindung di sebuah tempat.
  16. Dia sendiri yang merawat seekor ayam jantan yang sedang sakit.
  17. Kuda dielus-elusnya dengan lengan bajunya.
  18. Dia yang meminta istrinya, Aisyah, untuk berlaku lemah lembut kepada unta yang hendak ditungganginya.
  19. Sikap kasih sayangnya bukan karena lemah atau mau menyerah, juga bersih dari segala sifat mau menghitung jasa atau sikap tinggi diri.
  20. Jiwanya kuat, tidak mengenal menyerah kecuali kepada Allah, dan dengan ketaatan kepada-Nya ia tidak pula merasa lemah.
  21. Tidak ada rasa takut akan meyelinap ke hatinya kecuali dari perbuatan maksiat atau dosa yang dilakukannya.
  22. Dalam memberi ia tidak takut kekurangan.
  23. Ia keras sekali menahan diri dalam arti hidup materi, sama kerasnya dengan keinginannya hendak mengetahui segala rahasia yang ada dalam hidup materi itu.
  24. Begitu jauhnya ia menahan diri sehingga lapik tempat dia tidur hanya terdiri dari kulit yang diisi dengan serat.
  25. Makannya tak pernah kenyang.
  26. Tak pernah ia makan roti dari tepung jelai dua hari berturut-turut.
  27. Sebagian besar makanannya adalah bubur.
  28. Bukan sekali dia harus menahan lapar.
  29. Sudah pernah perutnya diganjal dengan batu untuk menahan teriakan rongga pencernaannya.
  30. Ia juga dikenal suka sekali makan kaki kambing, labu, madu, dan manisan.
  31. Ia pernah memberikan pakaian yang baru dihadiahkan untuknya kepada orang lain yang juga memerlukannya guna mengafani mayat.
  32. Pakaiannya yang dikenal terdiri dari sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau sebangsa serat.
  33. Sesekali ia tidak menolak memakai pakaian tenunan dari Yaman sebagai pakaian yang mewah sesuai dengan acara bila memang menghendaki demikian.
  34. Alas kaki yang dipakainya sederhana sekali. Tidak pernah ia memakai sepatu selain waktu mendapat hadiah dari Najasyi berupa sepasang sepatu dan seluar.
-----------
Disadur dari Muhammad Husain Haekal, "Sejarah Hidup Muhammad", Penerbit Litera Antarnusa.