Friday, January 30, 2009

syair penjual kacang

Al-Habib, seorang yang dikasihi oleh banyak orang dan senantiasa didambakan kemuliaan hatinya, malam itu mengimami shalat Isya’ suatu jamaah yang terdiri dari para pejabat negara dan pemuka masyarakat.

Berbeda dengan adatnya, sesudah tahiyyat akhir diakhiri dengan salam, Al-Habib langsung membalikkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya kepada para jamaah dan menyorotkan matanya tajam-tajam.

”Salah satu dari kalian keluarlah sejenak dari ruangan ini,” katanya, ”Di halaman depan sedang berdiri seorang penjual kacang godok. Keluarkan sebagian dari uang kalian, belilah barang beberapa bungkus.”

Beberapa orang langsung berdiri dan berlari keluar, dan kembali ke ruangan beberapa saat kemudian.

”Makanlah kalian semua,” lanjut Al-Habib, ”Makanlah biji-biji kacang itu, yang diciptakan oleh Allah dengan kemuliaan, yang dijual oleh kemuliaan, dan dibeli oleh kemuliaan.”

Para jamaah tak begitu memahami kata-kata Al-Habib, sehingga sambil menguliti dan memakan kacang, wajah mereka tampak kosong.

”Setiap penerimaan dan pengeluaran uang,” kata Al-Habib, ”hendaklah dipertimbangkan berdasarkan nilai kemuliaan. Bagaimana mencari uang, bagaimana sifat proses datangnya uang ke saku kalian, untuk apa dan kepada siapa uang itu dibelanjakan atau diberikan, akan menjadi ibadah yang tinggi derajatnya apabila diberangkatkan dari perhitungan untuk memperoleh kemuliaan.”

”Tetapi ya Habib,” seseorang bertanya, ”apa hubungannya antara kita beli kacang malam ini dengan kemuliaan?”

Al-Habib menjawab, ”Penjual kacang itu bekerja sampai nanti larut malam atau bahkan sampai menjelang pagi. Ia menyusuri jalanan, menembus gang-gang kota dan kampung-kampung. Di malam hari pada umumnya orang tidur, tetapi penjual kacang itu amat yakin bahwa Allah membagi rejeki bahkan kepada seekor nyamuk pun. Itu taqwa namanya.

Berbeda dari sebagian kalian yang sering tak yakin akan kemurahan Allah, sehingga cemas dan untuk menghilangkan kecemasan dalam hidupnya ia lantas melakukan korupsi, menjilat atasan serta bersedia melakukan dosa apa pun saja asal mendatangkan uang.”

Suasana menjadi hening. Para jamaah menundukkan kepala dalam-dalam. Dan Al-Habib meneruskan, ”Istri dan anak penjual kacang itu menunggu di rumah, menunggu dua atau tiga rupiah hasil kerja semalaman. Mereka ikhlas dalam keadaan itu. Penjual kacang itu tidak mencuri atau memperoleh uang secara jalan pintas lainnya. Kalau ia punya situasi mental pencuri, tidaklah ia akan tahan berjam-jam berjualan.”

”Punyakah kalian ketahanan mental setinggi itu?” Al-Habib bertanya, ”Lebih muliakah kalian dibanding penjual kacang itu, atau ia lebih mulia dari kalian? Lebih rendahkah derajat penjual kacang itu dibandingkan kalian, atau di mata Allah ia lebih tinggi maqam-nya dari kalian? Kalau demikian, kenapa di hati kalian selalu ada perasaan dan anggapan bahwa seorang penjual kacang adalah orang rendah dan orang kecil?”

Dan ketika akhirnya Al-Habib mengatakan, ”Mahamulia Allah yang menciptakan kacang, sangat mulia si penjual itu dalam pekerjaannya, serta mulia pulalah kalian yang membeli kacang berdasar makrifat terhadap kemuliaan…” – salah seorang berteriak, melompat dan memeluk tubuh Al-Habib erat-erat.

1987 (Emha Ainun Nadjib)

Diambil dari Somewhere Over the Rainbow.

munajat kami

Ya Allah, kami tidak menghendaki sesuatu kecuali apa-apa yang Engkau kehendaki untuk kami. Jika Engkau berkenan, perkenankanlah kami memperoleh apa-apa yang paling baik untuk kami menurut Engkau. Berikanlah kami kesabaran jika apa-apa yang Engkau kehendaki untuk kami tidak sesuai dengan yang kami kehendaki. Karena sesungguhnya Engkaulah yang paling mengetahui apa-apa yang paling baik dan indah untuk kami. Amiin.

Friday, January 16, 2009

cantik itu...

cantik itu putih... hatinya.
cantik itu manis... tutur katanya.
cantik itu halus... perangainya.
cantik itu tinggi... budi pekertinya.

cantik itu baik... prasangkanya.
cantik itu indah... perspektifnya.
cantik itu lurus... niatnya.
cantik itu berkilau... kesederhanaannya.

cantik itu murah... senyumnya.
cantik itu mahal... cemberutnya.
cantik itu mudah... maafnya.
cantik itu susah... marahnya.

cantik itu banyak... syukurnya.
cantik itu sedikit... butuhnya.
cantik itu dekat... kasihnya.
cantik itu jauh... bencinya.

cantik itu sempurna...
...dalam ketidaksempurnaannya.

cantik itu mengetahui...
...bahwa dia tidak cantik.
cantik itu mengetahui...
...bahwa kecantikan bukanlah segala-galanya.
cantik itu mengetahui...
...bahwa kecantikan bukanlah tujuan.
cantik itu mengetahui...
...bahwa kecantikan adalah alat
untuk membagi sebanyak mungkin
kebaikan bagi sebanyak mungkin orang.

Monday, January 05, 2009

not available

Louis: You see that old woman? That will never happen to you. You will never grow old, and you will never die.
Claudia: And it means something else too, doesn't it? I shall never ever grow up.

~ Interview with The Vampire


Jalan sendiri bukan berarti tidak sudi ditemani. Tidak ada satu pun jendela messenger yang terbuka bukan berarti tak mau memulai berbincang. Begitupun, tangan diam tak menulis tak mesti berarti hati berhenti merasa.

Diam bukan karena tidak ingin berkata-kata. Memalingkan pandang tak perlu diartikan berhenti menatap. Seperti halnya, menutup telinga tidak harus ditafsirkan selesai mendengarkan.

Tidak selamanya kesediaan menunjukkan kesediaan. Di dalam ketidaksediaan ada kesediaan. Seribu satu kata tak pasti mengandung makna. Di dalam diam ada seribu satu makna. Makna atau kata-kata yang kita cari?

Pemberian selamanya adalah pemberian. Pemberian tidak membuat si pemberi menjadi suci. Yang suci adalah perbuatan memberi. Yang suci adalah perbuatan memberi. Wahai pemberi, teruslah memberi, berhentilah menatap mata penerima.