Monday, May 26, 2008

menyesal

There is no excuse my friend, for breaking my heart, breaking my heart again.

~ Michael Learns to Rock

Kalau kita tidak bisa menghibur hati orang lain, setidak-tidaknya kita tidak melukai hati mereka. Itulah prinsip yang selama ini sedapat mungkin saya jalankan. Tapi, prinsip tinggal lah prinsip, sudah tidak bisa menyenangkan, saya malah melukai hati orang lain. Seperti yang saya lakukan baru-baru ini.

Dengan maksud berguyon, kepada seorang teman saya mengatakan sesuatu yang -- saya sendiri tahu itu -- tidak pantas saya katakan. Cuma dibutuhkan beberapa detik untuk mengeluarkan kata-kata itu, tapi berhari-hari saya menyesalinya. Untuk itu, saya minta maaf kepada yang bersangkutan. Alhamdulillah, dia mau memaafkan saya.

Kejadian itu membuat saya sadar bahwa perbuatan tidak menyakiti hati orang lain itu lebih sulit daripada menghibur orang lain. Seperti halnya kegiatan mencegah dari perbuatan buruk (nahi munkar) mungkin lebih sulit daripada menyeru kepada sesuatu yang baik (amar ma'ruf).

Tidak terlalu sulit buat kita untuk mengetahui hal-hal atau perbuatan-perbuatan apa yang bisa menyenangkan hati orang lain. Tapi, mungkin kita akan terus meraba-raba untuk mengetahui cara agar perbuatan dan perkataan kita tidak melukai hati orang lain.

Kita selalu punya banyak alasan untuk menyenangkan hati orang lain. Tapi, kita tidak punya sedikitpun alasan untuk melukai hati mereka. Tidak ada sama sekali.

Thursday, May 22, 2008

'..akan tetapi tidak ada nabi setelahku'

Pagi ini saya ingin sekali berbagi cerita mengenai "insiden" kecil menjelang keberangkatan Rasulullah dan pasukannya menuju Tabuk. Seperti tercatat dalam sejarah, dalam ekspedisi ke Tabuk itu Rasulullah memerintahkan Ali untuk mewakili beliau SAW untuk menjadi wali Kota Madinah. Baru kali itulah Nabi tidak mengikutsertakan Ali dalam pasukannya untuk berperang.

Dari sisi Nabi, keputusan beliau menunjuk Ali untuk menjaga Madinah adalah keputusan besar. Pertama, karena hal demikian berarti Nabi akan kehilangan salah satu pejuang paling tangguh untuk memperkuat pasukannya di Tabuk. Kedua, hal demikian menandakan bahwa Rasulullah lebih membutuhkan Ali untuk mempertahankan stabilitas keamanan dan politik dalam negeri (Madinah).

Pada waktu itu, Madinah memang masih rawan dari rongrongan kaum munafik (hipokrit/muka dua). Golongan munafik ini adalah salah satu musuh yang bagai duri dalam daging bagi kaum muslim di Madinah. Terhadap mereka, Rasulullah mengambil sikap yang sangat hati-hati karena di satu waktu mereka menunjukkan wajah islam mereka, tapi di lain waktu -- terutama di belakang Nabi -- barulah tampak wajah jahat mereka.

Kaum munafik telah menyusun rencana untuk menggoyang stabilitas Madinah seperginya Rasulullah bersama pasukan muslim ke Tabuk. Rasulullah yang mengetahui rencana buruk mereka itu kemudian memerintahkan Ali yang merupakan salah satu sahabat utama sekaligus anggota keluarga beliau untuk mengamankan Madinah dari upaya makar kaum munafik. Pemilihan Ali untuk menjaga Madinah adalah langkah yang sangat tepat mengingat banyaknya keutamaan beliau, terutama dalam hal keberanian dan kebijaksanaannya.

Kehadiran Ali di Madinah di saat Nabi SAW dan sebagian besar kaum muslimin pergi ke Tabuk telah mengacaukan rencana kaum munafik. Karenanya, mereka menebar isu miring bahwa Rasul tidak lagi memerlukan Ali dalam perang Tabuk karena perjalanannya yang panjang dan panas yang membakar. Mereka juga menebar kasak-kusuk bahwa Ali meminta untuk tinggal di Madinah dengan anak-anak kecil dan kaum wanita di saat semua orang pergi menanggung kesusahan ke Tabuk.

Mendengar isu itu Ali mengejar Nabi SAW sampai ke daerah Juhfah yang terletak beberapa kilometer dari kota Madinah. Kepada utusan Allah itu, Ali menyampaikan isu yang beredar di Madinah. Berikut kronologisnya seperti dituturkan Imam Bukhari dalam salah satu sahihnya:

"Bahwasanya Rasulullah saw berangkat menuju tabuk dan mengangkat Ali ra sebagai penggantinya di Madinah. Lalu Ali berkata, 'Apakah engkau mengangkatku untuk mengurusi anak-anak dan wanita? Beliau saw bersabda, 'Tidakkah engkau rela (wahai Ali), bahwa kedudukanmu di sisiku sebagaimana kedudukan Harun terhadap Musa? Akan tetapi, tidak nabi setelahku.'"

Pada insiden di atas mungkin timbul kesan bahwa Ali hendak mempertanyakan perintah Rasulullah kepadanya dan tidak rela dengan hal itu. Saya berpendapat bahwa pertanyaan Ali bukan dimaksudkan agar Rasulullah mengoreksi perintah beliau sebelumnya. Bukan pula karena Ali merasa "dikecilkan" dengan perintah tersebut atau menganggap tugas "mengurusi anak-anak dan wanita" adalah hal yang sepele.

Insiden tersebut, menurut saya, menunjukkan betapa dahsyatnya isu yang ditiupkan oleh kaum munafik di Madinah sehingga Ali merasa perlu mendapat penegasan atau konfirmasi dari Rasulullah (mengenai ketidakbenaran isu tersebut). Di sisi lain, Ali juga perlu penegasan dari Rasulullah bahwa penunjukkan dia untuk menjaga Madinah dan tidak ikut dalam Perang Tabuk bukan karena permintaan Ali sendiri dan bukan juga lantaran dia takut (berperang).

Jawaban Rasulullah terhadap pertanyaan Ali meskipun singkat, tapi sangat tegas dan bermakna dalam. Hadis Rasulullah di atas termasuk apa yang dikenal sebagai jawami' al kalim (ucapan ringkas, tapi padat maknanya). Jawaban (retorika) Rasulullah kepada Ali tersebut mungkin dianggap tidak menjawab pertanyaan Ali. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, itulah jawaban paling fasih yang menjawab inti dari pertanyaan Ali.

Seperti diketahui, Harun adalah kakak kandung Nabi Musa. Kisahnya di dalam Al-Qur'an selalu disebut bersama dengan kisah adiknya itu. Harun diangkat oleh Allah Swt. menjadi nabi dan rasul untuk membantu tugas kerasulan Nabi Musa. Ia mendampingi Nabi Musa menemui Fir'aun untuk meminta agar Fir'aun melepaskan Bani Israil dari perbudakan. Harun memiliki kemampuan berbahasa lebih fasih daripada adiknya. Karena itu, Musa memohon kepada Allah Swt. agar mengutus Harun mendampinginya menemui Fir'aun. Permohonan itu dimaksudkan untuk membenarkan kata-kata yang disampaikan Musa, karena ia khawatir Fir'aun akan mendustakannya.

Maksud ucapan Rasulullah kepada Ali bahwa "kedudukanmu di sisiku sebagaimana kedudukan Harun terhadap Musa", menurut saya, adalah Ali merupakan pembantu Rasulullah dalam tugas-tugas kerasulan beliau saw. Hadis di atas juga menunjukkan keutamaan Ali di mata Rasulullah, terutama pada kalimat, "Akan tetapi, tidak nabi setelahku".

Demikian sepenggalan kisah yang sekali lagi melukiskan keagungan pribadi Nabi dan kebijaksanaan di balik apa-apa yang beliau lakukan dan ucapkan. Satu lagi barangkali, kisah di atas juga menunjukkan keutamaan Ali dalam perjuangan dan dakwah awal Islam. Wallahu 'alam.

Monday, May 19, 2008

the philosophy of losing

Sebagian dari kita mungkin setuju bahwa kebahagiaan itu sebetulnya terletak pada bagaimana cara kita memandang sesuatu atau setiap hal yang terjadi pada diri kita. Saat kita ditimpa musibah misalnya, bukankah kita dapat melihatnya dari sisi bahwa kita dapat tertimpa musibah yang lebih buruk daripada yang menimpa kita saat itu? Dan, yang lebih penting, sudah barang tentu, adalah bagaimana kita dapat belajar dari musibah tersebut.

Dengan rumus yang sama, kita juga dapat melihat kekalahan melalui perspektif atau cara pandang yang lebih luas. Kalah memang tidak enak, tapi itu bukan berarti tidak ada yang enak yang dapat kita nikmati dari kekalahan. Menang mungkin sedap rasanya, tapi menang terasa lebih lezat jika kita sudah pernah mengecap rasa kekalahan.

Filosofi kekalahan dengan sangat baik diungkapkan dalam film yang menawan berjudul 'A Good Year'. Dalam sebuah adegan film itu dikisahkan seorang kakek mencoba menghibur cucunya yang baru saja ia kalahkan dalam pertandingan tenis di salah satu sudut rumahnya. Sang kakek mengatakan begini kurang lebih, "Kamu akan belajar bahwa seorang pria tidak belajar apa-apa dari kemenangan. Kekalahan, bagaimanapun juga, dapat melahirkan kebijaksanaan yang besar. Salah satunya adalah bahwa menang itu jauh lebih menyenangkan dari pada kalah. Hal yang lumrah jika sekali-dua kali kita mengalami kekalahan. Rahasianya adalah jangan menjadikan hal itu sebagai kebiasaan."

Saya melihat bahwa apa yang dikatakan sang kakek kepada cucunya itu merupakan hal yang indah. Dengan ungkapan yang cukup fasih, dia menyampaikan dua hal yang sama sekali berlawanan tapi di saat yang sama, begitu berkelindan, yaitu betapa enak dan tidak enaknya kalah; "Kekalahan, bagaimanapun juga, dapat melahirkan kebijaksanaan yang besar. Salah satunya adalah bahwa menang itu jauh lebih menyenangkan dari pada kalah".

Jadi, tanpa perlu mengubah tekad dan upaya kita untuk terus unggul dalam bidang-bidang yang kita kuasai, kita juga perlu terus mengingat bahwa kalah-menang bukanlah tujuan hakiki kita. Karena buat apa kemenangan yang dicapai melalui cara-cara orang kalah? Dan, hal mana yang lebih manis daripada kekalahan yang didapat setelah usaha dan doa yang maksimal? Kemenangan belum tentu membawa kebahagiaan dan kekalahan tidak harus ditanggapi dengan kesedihan. Wallahu 'alam.

Tuesday, May 13, 2008

berkorban

"I may not have a lot to give, but what I got I'll give to you."

~ The Beatles

Derajat tertinggi pengorbanan adalah mengorbankan sesuatu yang sangat berharga buat kita. Dinamakan pengorbanan karena kita merelakan milik kita yang masih kita butuhkan untuk orang lain. Bukan pengorbanan namanya kalau yang kita lepas itu bukan sepenuhnya milik kita. Tidak pas juga disebut pengorbanan kalau yang kita "korbankan" itu sudah tidak berharga atau kita butuhkan.

Saat berkorban kadang kita merasa berat hati. Tapi, itu tidak selalu menandakan kita tidak ikhlas dalam berkorban. Kadang itu dapat dilihat sebagai bentuk lain dari kelezatan berkorban. Meski berat bagi kita untuk memberi, tapi kita tetap memberi. Lagipula, yang namanya ikhlas itu tidak mudah didefinisikan. Ikhlas hanya bisa dicapai dengan latihan dan mengulang-ulang perbuatan berkorban.

Setiap kita berkorban, kita mengorbankan sedikitnya dua hal. Satu, mengorbankan hasrat atau keinginan untuk terus memiliki (dan menikmati) milik kita. Kedua, mengorbankan keinginan atau harapan agar pengorbanan kita itu mendapatkan balasan dari orang lain (terutama dari orang yang menerima pengorbanan kita). Dengan kata lain, kita perlu menahan diri untuk berharap (apalagi meminta) agar orang lain mau berkorban untuk kita.

Banyak harta seringkali tidak berbanding lurus dengan kemampuan seseorang untuk berkorban. Tidak jarang orang yang sedikit hartanya malah lebih gemar berkorban daripada orang yang berlimpah hartanya. Boleh jadi itu karena hati orang yang disebut pertama lebih tidak terikat dengan harta daripada (hati) orang yang disebut terakhir. Berkorban adalah jurus sakti untuk mengikis kecenderungan hati kita untuk terlalu mencintai harta-benda.

Sampai saat ini, saya ibarat murid taman kanak-kanak dalam mata pelajaran "berkorban". Pengorbanan saya juga hampir pasti belum sampai derajat ikhlas karena jarangnya saya berlatih berkorban. Semoga saya selalu menyadari kebodohan saya dalam pelajaran ini sehingga saya makin rajin berlatih, dan bertambahnya ilmu dalam pelajaran ini tidak membuat saya mengurangi latihan berkorban.

Friday, May 02, 2008

munajatku

Ya Tuhanku, sembunyikanlah dariku, kebaikan-kebaikanku,
Sehingga aku terhindar dari keburukan-keburukannya.

Ya Tuhanku, tampakkanlah kepadaku, keburukan-keburukanku,
Sehingga aku tidak terhalang untuk dapat meraih kebaikan-kebaikannya.

Ya Tuhanku, sembunyikanlah dariku, keburukan-keburukan orang-orang selain aku,
Sehingga aku dapat melihat kebaikan-kebaikan mereka.

Ya Tuhanku, tampakkanlah kepadaku, kebaikan-kebaikan orang-orang selain aku,
Sehingga aku dapat terhindar dari keburukan-keburukan mereka.

============
*Catatan: Tulisan sebagaimana terbaca di atas pertama kali ditampilkan pada 1 Mei 2008 dan telah mengalami revisi pada 6 Mei 2008.