Salah satu alasan saya belum mau berhenti dari dua mailing-list yang sudah setahun lebih saya ikuti: Jurnalisme dan Forum Pembaca Kompas, adalah perdebatan di kedua milis ini sangat bernas, mencerahkan, dewasa, dan santun.
Beberapa kali saya sebetulnya ingin mundur dari kedua milis itu, atau setidak-tidaknya mengubah cara berlangganan e-mail dari milis-milis itu. Soalnya, saya sering ga punya waktu untuk baca e-mail2 dari kedua milis itu. Akhirnya, unread e-mails pun menumpuk hingga mencapai ribuan hanya dalam waktu beberapa minggu saja. Sekarang saja di kotak surat Yahoo saya ada lebih dari 7000 e-mail yang belum terbaca. Edan.
Singkat cerita, sampai saat ini saya masih menjadi anggota di kedua milis itu. Walaupun, jujur saja, saya sangat jarang nimbrung dalam diskusi-diskusi tentang beragam topik di kedua milis itu. Saya adalah anggota pasif, penonton, pendengar, dan pembaca. Tapi, saya belajar sangat banyak dari perdebatan-perdebatan ataupun diskusi-diskusi yang terjadi di kedua milis itu.
Saya sering menemukan anggota milis yang sangat elegan dan bijak dalam setiap diskusi yang dia ikuti. Setiap pendapat yang dia sampaikan senantiasa didukung dengan referensi, logika, atau ilmu pengetahuan. Posting atau pendebat-pendebat favorit saya adalah mereka yang menyampaikan pendapat dengan cara yang santun dan rendah hati. Mereka selalu menghargai pendapat pihak lain yang berseberangan dengan pendapatnya. Mereka tidak menyerang ke diri personal lawan debat, dan tiap perdebatan diselipi dengan humor sehingga debat tidak terlalu "panas". Mereka tidak merasa benar sendiri, dan menyadari bahwa dirinya tidak pernah luput dari kesalahan atau ketidaktahuan akan subjek yang sedang didiskusikan.
Memang tidak jarang juga saya membaca diskusi-diskusi yang sulit untuk dibilang baik. Diskusi-diskusi yang penuh makian, hujatan, dan saling menghina diri personal, hingga keyakinan yang dianut lawan debat. Ah, perdebatan seperti ini, meski sekilas memang "seru", tapi bukan model diskusi yang perlu dicontoh.
Dalam berdiskusi, saya, sedapat mungkin, selalu berusaha untuk menghormati pendapat orang lain yang kebetulan berbeda. Dalam berargumen, saya juga usahakan untuk menggunakan cara berpikir dan perspektif kawan debat saya saat itu. Saya usahakan setengah mati untuk mempelajari "bahasa" dia. Pendeknya, saya ingin meniru tokoh Thio Bu Kie di film Heaven Sword and Dragon Sabre yang tiap bertarung selalu memakai jurus yang sangat dikuasai dan digunakan lawannya. Saat dikalahkan, si lawan merasa kalah secara terhormat karena dia dikalahkan dengan jurusnya sendiri.
Terakhir, marilah berdebat dengan santun, manis, dan penuh kasih-sayang. Pendapat kita boleh saja berbeda, tapi tujuan kita sama: mencari kebenaran. Kita harus bisa menerima dengan lapang dada bahwa kadang kebenaran ada di sisi kita, dan kadang ada di sisi pihak lain. Kalau kita ingin menjadi pihak yang benar terus, mungkin kita perlu mempertimbangkan untuk tinggal di dalam goa di atas gunung, sendirian. Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment