Wednesday, June 24, 2009

capek

Seperti anda juga, saya lumayan capek pas sampai rumah sepulang kerja. Badan pegal-pegal. Harap maklum, jarak dari kantor ke rumah lumayan jauh. Kalau naik motor, waktu tempuh rata-rata dari kantor ke rumah saya itu kira-kira 1-1,5 jam. Saya tahu, banyak orang yang juga senasib atau malah nasib saya mungkin lebih baik dari teman-teman yang lain. Saya capek mungkin karena saya sudah mulai menua.

Nah, waktu sampai rumah dalam keadaan capek, saya pengen betul dapat ini dan itu. Tapi, terkadang ini dan itu yang saya pengen tidak saya dapatkan. Kalau itu yang terjadi, aduh saya jadi kesel dan mau marah. Kadang saya bisa menahan kesal dan marah di dalam hati saja. Kadang, kesal dan marah itu terucap juga, walaupun sudah saya tahan-tahan. Ini mungkin bukti bahwa capek itu ada tingkatannya. Semakin tinggi tingkatan capek, semakin susah kita menahan emosi. Mungkin begitu ya.

Belakangan saya sadar kalau yang capek itu bukan saya doang. Orang lain juga capek. Boleh jadi, tingkatan capeknya orang lain jauh lebih tinggi daripada tingkatan capeknya saya. Boleh saja saya mengaku-aku, kerja saya lebih keras dari orang itu atau perjalanan saya dari kantor ke rumah lebih jauh daripada dia. Tapi, saya ingat lagi, kan saya tidak pernah menjalani aktifitas dia sehari-hari. Lalu, saya tahu dari mana kalau dia tidak lebih capek dari saya?

Akhirnya, saya belajar menerima bahwa saya boleh saja capek dan punya kepengenan ini dan itu untuk menawar rasa capek sepulang kerja. Tapi, yang tidak boleh sering-sering saya lakukan adalah marah-marah cuma gara-gara tidak dapat ini dan itu begitu sampai rumah, karena yang capek kan bukan saya doang. Lagipula, penawar capek apalagi yang lebih sempurna daripada tiba di rumah dengan selamat dan kembali bertemu dengan istri dan anak-anak? Wallahu 'alam.

pertemanan

"Amrie, apa proposal sampeyan diterima?"
"Tidak mas. Aku tidak masuk shortlist katanya"
"Lho, kok bisa?"
"Ya, karena mereka menilai saya tidak memenuhi kualifikasi tertentu yang mereka butuhkan."
"Lha, kan kalian kan berteman?"
"Yah, tidak apa-apa lah mas. Saya bisa terima kok. Pertemanan kan kurang baik kalau dimanfaatkan untuk memaksakan hal-hal seperti ini."
"Yah, saya ndak jadi deh dapet traktiran dari sampeyan."
"Soal traktiran sih tidak usah bergantung apa proposal saya diterima atau ditolak mas. Asal tidak mahal-mahal, saya masih bersedia traktir kok mas, hehehe."