Terlalu lama tidak menulis ternyata memang bisa menumpulkan kreatifitas dan sensitifitas. Setidaknya inilah yang saya alami. Ini semakin membuktikan bahwa saya memang bukan natural born writer (meminjam judul salah satu filmnya Tarantino, "Natural Born Killer"). Untuk menulis, saya harus memutar otak, memeras akal, dan memburu ide sampai ngos-ngosan. Betapa tidak tahu malunya saya pernah menganggap diri sebagai penulis.
Untuk menuliskan (alasan) kenapa saya tidak bisa menulis pun saya kelelahan setengah mati. Beberapa kali saya harus menarik jari-jemari saya dari keyboard dan saya pindahkan ke kepala demi mencari kata yang saya anggap indah dan bisa mengundang decak kagum siapapun yang membaca, termasuk diri saya sendiri. Hari ini saya mempertanyakan niat saya untuk menulis. Saya mengiterogasi apa motif saya untuk mencoba menjadi penulis sejak awal.
Saya ragu tujuan saya menulis adalah semata-mata untuk berbagi ilmu. Saya sangsi hati saya bebas dari riya' saat menuangkan buah pikir saya ke dalam tulisan. Saya tidak yakin hati saya bersih dari jumawa di balik kerendah-hatian (bahasa) saya. Saya merasa selalu ada yang saya sembunyikan di balik keterusterangan saya. Saya tidak ingat lagi berapa kali saya berdusta dalam kejujuran saya.
Saya selalu sibuk memberikan penilaian tentang orang yang menyakiti saya, tapi paling malas untuk mengingat-ingat berapa kali dan berapa banyak orang yang telah saya sakiti hatinya. Saya paling jeli dalam melihat kekurangan dan cacat orang lain, dan saya seolah-olah menjadi buta akan kelemahan dan dosa-dosa saya sendiri.
Saya khawatir saya sangat mengharapkan dan menikmati pujian orang lain. Di lisan dan tulisan saya bilang menyukai kritik, tapi di dalam hati jangan-jangan memendam dendam kepada si pengritik. Mungkin saya memang belum pernah benar-benar menulis. Sejauh ini saya baru dalam tahap mencoba-coba menulis. Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment