Rekans tercinta,
Menggilanya tayangan gosip ternyata tak mampu diredam dengan fatwa MUI bahwa program infotainment itu haram. Fatwa demikian juga diperkuat dengan fatwa serupa dari NU. Saya pribadi berpendapat, meski ada materi tayangan infotainment yang bernilai news dan karena itu bermanfaat bagi publik luas, tapi kebanyakan gosip atau gunjingan yang tidak bermanfaat buat masyarakat, bahkan cenderung merusak moral.
Dengan menonton tayangan infotainment, publik diajak untuk ikut-ikutan menggunjingkan keburukan orang lain. Saya akui bahwa saya dan keluarga juga masih sering tergoda untuk menonton tayangan infotainment, tapi saya berusaha menahan diri untuk mengomentari apa yang ditayangkan, apalagi mendiskusikannya. Cara termudah untuk menghindari bahaya tayangan infotainment adalah dengan tidak menontonnya, atau sesedikit mungkin menontonnya.
Saya pernah membaca wawancara dengan Cut Tary sebagai salah satu presenter salah satu tanyangan infotainment. Waktu itu dia ditanya, apakah orang yang dia gosipin tidak marah sama dia, Cut Tary bilang kurang lebih, “Tidak, tapi kalau mereka marah saya tinggal minta maaf saja”. Apakah sesederhana itu? Minta maaf lalu dosa menggunjing langsung terhapuskan? Cut Tary mungkin lupa kalau memberi maaf kepada orang yang berbuat salah hukumnya tidak wajib. Karena maaf itu harus diberikan secara tulus. Selama si korban pergunjingan tidak memberikan maaf, selama itulah si penggunjing menanggung dosanya.
Berikut ini salah satu khotbah yang indah dari Imam Ali bin Abi Talib, salah satu pemimpin mulia Islam, sepupu (anak paman) dan menantu dari Nabi Muhammad, mengenai menggunjing dan membicarakan keburukan orang lain:
“Orang-orang yang tidak berbuat dosa dan telah dianugerahi keselamatan (dari dosa) harus menaruh belas kasihan pada pendosa dan orang yang tidak taat lainnya. Rasa syukur harus selalu menjadi kegemaran mereka yang paling besar, dan (hal) itu harus mencegah mereka dari (mencari-cari kesalahan) orang lain. Bagaimana tentang si penggunjing yang menyalahkan saudaranya dan mencari-cari kesalahannya? Apakah dia tidak mengingat bahwa Allah telah menyembunyikan dosa-dosa yang dilakukannya, padahal dosa-dosa itu lebih besar dari dosa-dosa saudaranya yang ditunjukannya? Bagaimana ia dapat menjelek-jelekkannya tentang dosa-dosanya padahal ia sendiri telah berbuat dosa seperti itu? Sekalipun ia tidak berbuat dosa yang serupa itu, tentulah ia telah berbuat dosa-dosa yang lebih besar. Demi Allah, sekalipun ia tidak melakukan-dosa-dosa besar tetapi melakukan dosa-dosa kecil, pembeberannya atas dosa-dosa orang itu sendiri merupakan dosa besar”. (Puncak Kefasihan, Khotbah 139).
Salam,
Amrie
2 comments:
Asw Amrie...
Baru buka blog Amrie neh.. Ternyata dah byk tulisannya ya?
Baca tulisan ini jd ngingetin sy utk berhati2 dlm memilih tayangan tv.
Salam buat Aura dan Vera :)
Sungguh, aku termasuk golongan yang merugi karena baru kali ini berkesempatan melihat blog saudaraku. Isinya, sekalipun belum semua sempat terbaca memberikan pencerahan dan makna baru dalam hidup. Semoga semangat untuk menulis dapat terus terjaga.
Saudaramu, Natsir Kongah
Post a Comment