Wednesday, October 11, 2006

My two cents for the Gospel of Judas

Buat anda yang sering berkunjung ke toko buku, mungkin tahu betul kalau buku-buku yang bertemakan Injil Yudas lagi gencar dipromosikan, khususnya di Gramedia. Buku yang diulas dalam Kolom di bawah ini hanya salah satu dari beberapa buku dengan tema sejenis yang beberapa bulan terakhir membanjiri Gramedia. Judul-judul lainnya, yang semuanya terjemahan, misalnya "The Lost Gospel: Kisah Pencarian Injil Yudas" dan "The Secret of Judas: Menafsir Ulang Peran Yudas". Buku Injil Yudas dan The Lost Gospel diterbitkan Gramedia.

Tidak pelak lagi, daya tarik buku ini ada pada temanya yang sangat kontroversial. Berdasarkan penelusuran saya di google, peluncuran penerbitan perdana buku Injil Yudas oleh National Geographic Society sengaja dipilih sebelum pemutaran perdana film kontroversial The Da Vinci Code pada 19 Mei 2006. Buku Injil Yudas sendiri kemudian diluncurkan saat Hari Raya Paskah. Unsur kontroversi inilah yang diharapkan membuat buku tersebut laris manis di pasaran.

Kisah pencarian dan akhirnya penerbitan Injil Yudas ini tidak kalah serunya dengan alur cerita yang disuguhkan Dan Brown dalam The Da Vinci Code. Justeru ini juga daya tarik buku Injil Yudas. Jika tokoh sentral dalam The Da Vinci Code adalah Sophie Noveou, ahli kriptologi, dan Robert Langdon, pakar simbologi Universitas Harvard, maka dalam Injil Yudas ada Frieda Nussberger-Tchacos, pemilik manuskrip asli Injil Yudas berbahasa yunani-koptik, dan Mario Jean Roberty, pengacara sekaligus pendiri Yayasan Maecenas yang membeli manuskrip itu dari Tchacos.

Tchacos adalah wanita yang kerap berurusan dengan pihak berwajib karena diduga sebagai penadah barang-barang kuno. Namun, Tchacos belum pernah dijatuhi hukuman apapun terkait berbagai tuduhan tersebut. Sedangkan Roberty adalah pengacara di Basel, Swiss, yang selama ini kerap menangani klien-klien dengan dakwaan pencurian barang-barang kuno. Tchacos disebutkan pernah menjadi klien Roberty. Rencana penerbitan Injil Yudas di awal memang terhalang masalah hukum yakni legalitas manuskrip kuno tersebut. Itulah yang membuat banyak penerbit ragu untuk mempublikasikannya. Akhirnya, yang dijual ke National Geographic bukan fisik manuskripnya, tapi kontennya. Cerdas.

Lepas dari masalah hukum terkait kepemilikan manuskrip Injil Yudas, tidak ada satupun pakar koptik yang meragukan kesahihan manuskrip tersebut. Rudolf Kasser sendiri adalah pakar sejarah koptik, mantan profesor di Universitas Jenewa. Rudolf Kasser dikenal luas sebagai pemimpin terjemahan manuskrip kuno yang ditemukan di Nag Hammadi, Mesir, 1945. (Gatra, 10 April 2006). Editor Biblical Archeology Review, Hershel Shanks, memuji keterlibatan National Geographic dalam membuat manuskrip itu menjadi dapat diakses publik. Namun, ia juga memberikan catatan mengenai peran National Geographic dalam penerbitan Injil Yudas. "Harga (yang harus dibayar) adalah mereka harus menjadi bagian dari skema untuk menaikkan nilai manuskrip tersebut," kata Shanks.

Kontroversi Injil Yudas atau Injil Maria Magdalena yang sebagian isinya diungkap oleh Dan Brown dalam The Da Vinci Code tidak dapat dilepaskan dari sifatnya yang dinyatakan apokrif (tersembunyi). Khusus untuk Injil Yudas yang merupakan bagian dari koleksi perpustakaan Nag Hammadi, sebetulnya telah diterbitkan terjemahannya secara umum pada 1977. Pimpinan proyeknya waktu itu adalah James M. Robinson. Hanya saja publikasi waktu itu dalam “bentuk yang tidak tercemarkan bagi publik luas”. Semakin sesuatu itu disembunyikan, semakin besar pula keinginan dan usaha untuk membuatnya menjadi diketahui.

2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Emir Z. Pohan said...

Bro, ini sumber yang kelihatannya patut dibaca, mengingat keterangan2 yang terdapat dalam buku2 tentang legenda templar yang menyangkut juga Holy Grail ternyata sulit dibuktikan kebenarannya.