Namanya Alam. Dia boleh dikata sahabat saya. Salah satu yang terbaik. Dari dulu sampai sekarang, Alam nyaris selalu siap saya buat susah. Padahal, dia tidak pernah menyusahkan saya. Sepuluh tahun lebih saya berteman sama Alam. Dari dulu sampai sekarang, Alam selalu bikin saya seolah-olah dia tidak punya teman lain sehebat saya atau sesukses saya. Padahal, saya tidak hebat, apalagi sukses. Alam tidak pernah mengungkapkan kesedihan dia di depan saya. Bahkan, dia baru menceritakan kepada saya soal ibundanya yang wafat setelah berbulan-bulan kemudian. Orang macam apa yang tidak mengetahui musibah yang sedang menimpa sahabatnya? Sahabat macam apa saya? Tapi, Alam tidak pernah ambil pusing. Itu sifat dia. Tidak mau menyusahkan orang lain. Alam tidak pernah satu kalipun menempatkan saya di posisi di mana saya harus memilih di antara dua atau lebih pilihan sulit. Alam tidak pernah mau bikin orang lain pusing. Itu kebiasaan dia. Saya pusing kenapa Alam masih mau berteman dengan saya. Padahal, saya gagal dalam banyak ujian untuk menjadi teman apalagi sahabat yang baik. Saya heran kenapa saya malah getol mencari orang-orang lain macam Alam untuk saya jadikan sahabat daripada berpikir bagaimana menjadi Alam bagi teman-teman yang sudah saya punya. Atau sekadar menjadi Alam untuk Alam.
Monday, August 18, 2008
alam
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
:) mudah-mudahan itu yang namanya Sahabat Sejati, yang siap menerima tidak hanya kelebihan sahabatnya, tapi juga kekurangan dan kelemahan sahabatnya.
Terkadang kita seringkali kurang mensyukuri atas diberikannya sahabat-sahabat yang baik seperti itu untuk kita. Kita malah sibuk mencari sosok sahabat seperti yang kita inginkan (bukan berarti gak boleh ya berteman sama sebanyak mungkin orang) tanpa menyadari kalo kita sudah memilikinya sebelum kita mencari...Nice posting Amrie agha :)
@ ukie:
right.:)
sahabat sejati saya, yang sering saya mintain ampun sama dosa-dosa saya, yang lain nya cuman ilusi... hikz!
@ ahead:
ilusi.. cool word.
Post a Comment