Tuesday, June 10, 2008

abtar

Dulu waktu kami baru menikah dan belum punya momongan, banyak yang menanyakan ke istri, "Udah isi belum?" Pertanyaannya memang sederhana, tapi kalau ditanyakan terus-menerus selama berbulan-bulan oleh bermacam-macam orang, ternyata bisa bikin pusing juga.

Kemudian Allah menganugerahi kami seorang putri. Keluarga besar kami bersyukur. Apalagi kedua orangtua saya yang punya tiga orang anak dan semuanya laki-laki. Beberapa tahun kemudian, saya dan istri pun kembali menerima pertanyaan yang umum dialamatkan pasangan yang baru punya anak satu, "kapan nih tambah satu lagi?" Pertanyaan ini tidak terlalu berat, jadi kami bisa menjawab dengan santai, "nanti lah tunggu yang pertama agak besar".

Kemudian Allah memberkahi kami kembali dengan seorang putri. Keluarga besar kami semakin bersyukur. Memang ada yang berharap anak kedua kami akan berjenis kelamin laki-laki, tapi saya dan istri tidak pernah berharap seperti itu. Doa dan harapan saya dan istri sejak awal kehamilan anak kedua (dan juga anak pertama dulu) adalah supaya anak kami akan terlahir sehat, apapun jenis kelaminnya.

Tapi, rupa-rupanya keluarga yang punya anak yang semuanya perempuan bukan dianggap sebuah prestasi. Bahkan, seorang tetangga yang juga punya dua orang putri seoleh-olah tidak bangga dengan itu. "Itu (punya dua anak perempuan) sih bukan alhamdulillah, pak Amrie," begitu katanya kurang lebih. Saya kaget juga waktu dengar itu, tapi kemudian saya pikir dia hanya bersikap merendah.

Sepertinya (komentar) tetangga saya itu mewakili persepsi umum di masyarakat bahwa anak laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Kemudian, ada juga satu-dua orang yang menafsirkan karunia anak perempuan sebagai "hukuman" buat ayahnya. Mereka yang menganut tahayul ini biasanya mengatakan, "Lo sih suka begini-begitu sama perempuan, jadi lo dikasih anak perempuan."

Persepsi-persepsi masyarakat umum seperti di atas memang tidak muncul begitu saja. Pasti ada penyebabnya, ada sejarahnya, dan itu tidak terlepas dari budaya serta tingkat pendidikan masyarakat yang bersangkutan. Persepsi bahwa anak laki-laki lebih unggul adalah warisan budaya kerajaan di mana anak laki-laki adalah putra mahkota penerus dinasti. Kalau seorang raja hanya punya anak perempuan dan tidak punya anak laki-laki, maka dianggap terputuslah garis keturunannya dan mahkota dialihkan kepada pihak lain, bukan kepada sang putri.

Itu sedikit banyak mengingatkan saya pada ejekan kaum musyrikin Mekkah kepada Rasulullah yang tidak memiliki anak laki-laki. Seperti diketahui, kaum musyrikin sangat membenci Nabi karena dakwah yang beliau sampaikan. Mereka juga melakukan berbagai cara untuk menghentikan atau mengganggu dakwah Nabi, mulai dari ejekan hingga kekerasan. Salah satu ejekan dari kaum musyrik kepada Nabi adalah "abtar" atau terputus karena mereka menganggap keturunan Nabi terputus karena beliau tidak memiliki anak laki-laki. Peristiwa itu menjadi sebab turunnya surat Al-Kautsar (nikmat yang melimpah ruah). Dalam salah satu ayat surat tersebut Allah berfirman kepada Nabi Muhammad, "innasyani'aka huwal abtar", "Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu (Muhammad) dialah yang terputus (keturunannya)."

Anak perempuan juga bukan hukuman bagi dosa atau kesalahan yang mungkin dilakukan orang-tuanya, entah itu ayah atau ibunya. Dalam agama saya, seseorang hanya menanggung dosa atau kesalahan yang dia perbuat. Artinya, tidak ada istilah dosa yang diturunkan kepada anak atau cucunya. Setiap bayi terlahir suci dan dia adalah amanah sekaligus anugerah bagi kedua orang tuanya, laki-laki maupun perempuan.

Tapi, mungkin saja saya salah. Mungkin saya terlalu merisaukan hal yang sepele. Karena, boleh jadi kalau kedua anak saya berjenis kelamin laki-laki, orang-orang malah akan mengatakan, "tinggal anak ceweknya nih." Jadi, mungkin sebagian orang berpandangan, keluarga itu lebih komplit kalau ada anak laki-laki dan perempuan.

Di atas itu semua, yang menurut saya lebih penting adalah, kita tidak perlu terlalu merisaukan omongan yang kurang bermanfaat. Jangan sampai omongan yang bermutu rendah dari satu-dua orang membuat kita melupakan nikmat melimpah ruah yang Allah berikan kepada kita dan keluarga. Wallahu 'alam.

11 comments:

dasiLia said...

:) Bener Mas Amrie, "Jangan sampai omongan yang bermutu rendah dari satu-dua orang membuat kita melupakan nikmat dahsyat yang Allah limpahkan kepada kita dan keluarga"...

Kalo papa-mama Ukie dulu, memang karena mereka pingin anak laki-laki, karena papa Ukie itu suka main bola, jadi dia berharap setidaknya ada yang meneruskan cita-cita dia itu, jadi pemain sepak bola :). Terus karena 'penasaran', jadi keterusan deh, tapi alhamdulillah akhirnya Allah mengabulkan doa papa-mama Ukie dengan diberikan seorang adik laki-laki buat Ukie dan adik2 perempuan Ukie :). Adik perempuan dan adik laki-laki sama saja buat Ukie, gak akan merubah sayang Ukie ke mereka... Dan Ukie juga mensyukuri Allah memberikan mereka-mereka untuk Ukie...

Maaf jadi curhat....

Amrie Hakim said...

@ uq1e:
mudah2an saya bener, dasilia jan :) kalaupun saya tidak bener, mohon kiranya dimaafkan ketidakbeneran saya.

noerce said...

itu Kuncinya mas, ILMU.

seandainya orang tua pada tahu betapa mulianya punya anak perempuan, niscaya mereka akan memintanya. Kelak, ketika anak perempuan mereka menikah dan akhlaknya yg bisa memuliakan suaminya, Syurgalah balasan atas kepatuhan anak tsb pada suaminya, dan ini tdk lain krn didikan ortunya...Wallahu'alam ^_^

noerce said...

ada pesan moral yg tertinggal,"Syurga utk ortu sang anak perempuan yg telah begitu berbakti pada suaminya"...mohon koreksi jk ada yg salah ^_^

Sbnrnya juga mas, pemikiran yg umum di masyarakat itu, krn dengan anak laki2 maka kelak tangggung jawab pengganti klo ortunya udah "ndak" ada makan anak laki2 akan menjadi "pengayom" keluarganya. Meski alasan ini tidak bisa dibenarkan baik scr logika umum maupun Agam skalipun, karena yg membedakan di sisiNya adalah Ketakwaan, bukan krn "Gender"..^_^

Amrie Hakim said...

@ noerce:
terima kasih untuk tambahan dari nur yang sangat bermanfaat.

Fr!Sa said...

anak perempuan atau anak laki-laki menurut frisa adalah sama2 anugerah terindah dari ALLAH buat pasangan yang sudah menikah. untuk dijaga, dicintai, dibesarkan, dididik, dll. omongan miring tentang seputar mendapat anak laki2 atau anak perempuan, menurut frisa juga hanya sebatas omongan manusia yang sifatnya dekat dengan bergunjing.

maaph kalo g nyambung ;)
salam

Amrie Hakim said...

@ fr!sa:
...mmmm (gaya ukie kalo lagi mikir) barangkali hanya sebuah koinsidens an sich (meniru bahasanya nur) kalo komentar2 (positif) tentang tulisan yang satu ini datang dari perempuan2 hehehe. salah satunya adalah die-hard fans-nya raditya mulya...

Anonymous said...

tergantung sudut pandangnya juga mas

Amrie Hakim said...

@ anggara:
tentu saja, mas. tentu saja.. :)

Anonymous said...

Mnrt Diana di kasih keturunan aja udah alhamdulillah, tp memang lebih alhamdulillah lagi kl dikasih anak pertama berjenis kelamin laki2.

Amrie Hakim said...

@ lentik77:
yah sah-sah saja kalo kita sbg ortu mau anak laki2 atau perempuan. asal, kalo pengen anak laki2 tp yg nongol perempuan jgn disesali. bgmn pun, saya bukan termasuk mereka yg mementingkan jenis kelamin anak. yg terus jadi perhatian saya sbg ortu adalah bagaimana memberikan pendidikan terbaik utk anak2. wallahu 'alam.