~ The Beatles
Derajat tertinggi pengorbanan adalah mengorbankan sesuatu yang sangat berharga buat kita. Dinamakan pengorbanan karena kita merelakan milik kita yang masih kita butuhkan untuk orang lain. Bukan pengorbanan namanya kalau yang kita lepas itu bukan sepenuhnya milik kita. Tidak pas juga disebut pengorbanan kalau yang kita "korbankan" itu sudah tidak berharga atau kita butuhkan.
Saat berkorban kadang kita merasa berat hati. Tapi, itu tidak selalu menandakan kita tidak ikhlas dalam berkorban. Kadang itu dapat dilihat sebagai bentuk lain dari kelezatan berkorban. Meski berat bagi kita untuk memberi, tapi kita tetap memberi. Lagipula, yang namanya ikhlas itu tidak mudah didefinisikan. Ikhlas hanya bisa dicapai dengan latihan dan mengulang-ulang perbuatan berkorban.
Setiap kita berkorban, kita mengorbankan sedikitnya dua hal. Satu, mengorbankan hasrat atau keinginan untuk terus memiliki (dan menikmati) milik kita. Kedua, mengorbankan keinginan atau harapan agar pengorbanan kita itu mendapatkan balasan dari orang lain (terutama dari orang yang menerima pengorbanan kita). Dengan kata lain, kita perlu menahan diri untuk berharap (apalagi meminta) agar orang lain mau berkorban untuk kita.
Banyak harta seringkali tidak berbanding lurus dengan kemampuan seseorang untuk berkorban. Tidak jarang orang yang sedikit hartanya malah lebih gemar berkorban daripada orang yang berlimpah hartanya. Boleh jadi itu karena hati orang yang disebut pertama lebih tidak terikat dengan harta daripada (hati) orang yang disebut terakhir. Berkorban adalah jurus sakti untuk mengikis kecenderungan hati kita untuk terlalu mencintai harta-benda.
Sampai saat ini, saya ibarat murid taman kanak-kanak dalam mata pelajaran "berkorban". Pengorbanan saya juga hampir pasti belum sampai derajat ikhlas karena jarangnya saya berlatih berkorban. Semoga saya selalu menyadari kebodohan saya dalam pelajaran ini sehingga saya makin rajin berlatih, dan bertambahnya ilmu dalam pelajaran ini tidak membuat saya mengurangi latihan berkorban.
10 comments:
wah, kalau berkorban, kita harus contoh sikap Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Mereka adalah contoh yang baik untuk ditiru mas
Mengorbankan sesuatu yang kita miliki untuk orang lain, akan lebih terasa nikmat apabila seseorang yang menerima pemberian kita itu senang. Wahh itu rasanya melebihi apapun, ga sebanding sama kalo kita nerima hadiah mobil mewah, pokoknya rasanya lebih dari itu... :)
Ukie juga sama Amrie agha, sekarang Ukie masih dalam tahap belajar dan berlatih berkorban. Aminnnn, mudah-mudahan kita semua tidak pernah bosan untuk selalu belajar dan berlatih berkorban :).
berkorban itu adalah hal yang tidak mudah dilakukakan, bahkan sampai saat ini aku aja masih blom bisa rela berkorban, dengan hati yang ikhlas..hehe..pasti kadang2 masih suka pamrih lah..hehe
memang benar kata mas amrie, mudah2han kita semua bisa belajar dan berlatih untuk rela berkorban ... :)
setuju ama mas anggara, sahabat yg hidup di zaman Nabi jg byk, Abu Bakar yg krn ktinggalan sholat jamaah, menginfaqkan kebunnya...msh byk lagie sbnrnya.
Utk bisa berkorban dlm aspek apapun menurut nuri, sangat perlu latihan yg terus-menerus (krn sikap ini tdk akan muncul tiba2...).Bukan begitu mas amrie? ^_^
@ mas anggara:
saya setuju dgn mas anggara. cuma, untuk merujuk pada keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad dalam berkorban, referensi saya belum cukup.
@ uq1e:
mungkin, tidak perlu terlalu dipaksakan juga. dan selalu ada skala prioritas, hal mana yg perlu didahulukan. pengorbanan utk hal yg remeh-temeh, padahal ada hal lain yg jauh lebih penting, justru mendatangkan kerugian.
@ hafshah:
..yg pasti tiara sudah mengorbankan waktu dan pikiran tiara utk membaca dan menulis komentar di blog saya..
@ noerce:
..dan yg namanya latihan itu kadang harus dipaksakan, sekalipun kita hampir tidak bisa melakukannya.. wallahu 'alam.
benar-benar mas...makasih dilengkapi,berbuat baik pun kadang memang harus "dipaksakan"(Pernah ada artikel di sebuah majalah berjudul "Kadang berbuat baik pun harus di paksa"). Saya sgt stuju dengan ini ^_^
@ noerce:
nuri jan, jangan bilang siapa-siapa ya, saya kan emang tau soal itu dari nuri jan juga. inget ya, jangan bilang siapa-siapa..
wah bang,...
salah satu kegiatan yang sangat berat dilaksanakan dan sangat besar artinya bagi orang yah ini bang,... BERKORBAN,... terkadang perngorbanan kita sering tidak ditanggapi oleh orang lain yah bang,...
kalo dgah gitu gimana donk ???
Iiihh gimana sih nih Amrie agha, bilang mba Nur jangan bilang sapa-sapa, tapi malah ditulis di komen ini, kan orang-orang yang baca blog dan komen di blog Amrie agha jadi tahu, gimana sih, hehhehe.... sok lucu, tapi lumayan lucu kok :D:p
Dan tuk Mas Yuhendra, kalo pengorbanan kita gak ditanggapi sama orang lain ya gak apa2, diikhlaskan saja. Seperti Amrie agha juga tulis di tulisan ini bahwa "Setiap kita berkorban, kita mengorbankan sedikitnya dua hal. Satu, mengorbankan hasrat atau keinginan untuk terus memiliki (dan menikmati) milik kita. Kedua, mengorbankan keinginan atau harapan agar pengorbanan kita itu mendapatkan balasan dari orang lain (terutama dari orang yang menerima pengorbanan kita)". Jadi bener lagi kata Amrie agha berarti "kita perlu menahan diri untuk berharap (apalagi meminta) agar orang lain mau berkorban untuk kita". :)
Salam,
@ yuhendra:
mungkin kita harus membiasakan diri dengan hal-hal kayak gitu, mas yuhendra..
@ uq1e:
saya cuma nulis sesuatu yg saya pikir saya tahu. yg tdk saya pikirkan adalah betapa saya tdk tahu apa-apa..
Post a Comment