Tuesday, December 04, 2007

sampai kerinduan itu hampir-hampir membinasakan...

Sangat baik apa yang ditulis dalam buku "Al-Quran Berjalan" karya Dr. A'idh Abdullah al-Qarni saat menjelaskan perihal periode terputusnya wahyu dari Allah kepada Rasulullah SAW selama 40 malam sejak wahyu pertama yang turun di Gua Hira. Al-Qarni menulis antara lain:

"Masa terputusnya wahyu itu adalah selama 40 malam. Itu terjadi agar Rasulullah SAW merindukan wahyu. Oleh sebab itu sebagian kaum bijak dan ahli hikmah berkata, "Jika kamu ingin saudaramu semakin mencintaimu, maka menjauhlah darinya untuk sementara waktu. Dengan begitu, saudaramu itu akan semakin terkait hatinya denganmu."

Dengan terputusnya wahyu untuk beberapa waktu, Allah bermaksud menimbulkan kerinduan dalam hati Nabi SAW terhadap wahyu. Oleh karena itu, Allah menghentikan wahyu kepada beliau selama 40 malam."

Menurut riwayat, Nabi SAW memang dilanda kerinduan dan kesedihan yang sedemikian hebat saat wahyu tidak lagi turun kepada beliau. Kerinduan beliau tersebut begitu dahsyatnya sampai hampir-hampir membinasakan beliau. Dikatakan oleh sebagian riwayat bahwa pada masa-masa itu beliau naik ke puncak gunung dan terbersit keinginan untuk melemparkan diri dari puncak gunung. Mengenai hal ini al-Qarni menulis:

"Dalam kesedihan yang mendalam seperti itu, seorang wanita musyrik yang sudah tua renta berkata, "Tuhan(nya) Muhammad telah membencinya dan setannya telah meninggalkannya." Maka turunlah ayat yang berbunyi, "Demi waktu matahari naik sepenggalahan, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu." (QS adh-Dhuha [93]:1-3)"

Tapi, tidak semua ahli sejarah sepakat dengan versi riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah sampai berniat bunuh diri pada periode terputusnya wahyu tersebut. Pasalnya, versi cerita itu berasal dari kalangan sahabat dari sahabat Nabi. Dalam arti lain, periwayat berita itu yakni Ma'mur az-Zuhri adalah sahabat yang tidak hidup sezaman dengan Nabi SAW karena itu hadis (berita) yang dia sampaikan tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Mengenai hal ini, dalam buku "Saat-saat Kritis dalam Kehidupan Rasulullah", Abd. Wahab Hamudah menulis:

"Riwayat mengenai keinginan Nabi untuk melemparkan dirinya dari puncak gunung berlawanan dengan cita-cita beliau sendiri. Sejak pertama beliau sangat berhasrat untuk memberi bimbingan kemanusiaan. Maka bagaimanapun tak mungkin beliau berfikir untuk bunuh diri.

Jika kita perhatikan memang benar Nabi lebih sering menyepi diri dari masa-masa sebelumnya. Tapi, hal itu tidak boleh diartikan dengan satu kesimpulan yang tidak masuk akal yaitu kepergiannya ke gunung itu diartikan untuk menjatuhkan dirinya karena putus asa. Kesimpulan demikian sama sekali tidak beralasan dan tak punya sandaran."

Mengenai cerita itu, Saya pribadi mengikuti pendapat yang kedua. Namun, lepas dari cerita yang terakhir, jelas bahwa Rasulullah sangat sedih dan merindukan turunnya kembali wahyu dari Allah. Ditundanya wahyu kedua dari Allah selama beberapa waktu lamanya boleh jadi untuk menguji keteguhan hati Nabi. Karena itulah, untuk menunggu datangnya wahyu tersebut Rasulullah semakin sering ke gunung lebih dari yang biasa beliau lakukan. "Hal itu beliau lakukan karena sedang mencari nur samawi yang menghilang dan dirindukannya untuk kembali," demikian tulis Hamudah.

Jadi, berbahagialah jika anda selalu menyimpan kerinduan kepada orang-orang yang anda sayangi. Selalu berpikir positiflah kalau yang anda rindukan itu juga merindukan anda karena kecintaan dia kepada anda. Kalaupun sekiranya dia tidak merindukan anda, lakukanlah sesuatu yang bisa membuat dia merindukan anda. Buatlah sesuatu sehingga anda tinggal di hatinya, seperti halnya wahyu dari Langit telah menghujam dalam di hati Rasulullah.

Kecuali kerinduan terhadap Allah dan Rasulullah yang semakin baik jika sering diungkapkan, rahasiakanlah kerinduan anda terhadap orang-orang yang anda cintai jika ingin kerinduan itu bertambah manis dari hari ke hari. Sampai kerinduan itu hampir-hampir membinasakan kita.. Wallahu 'alam.

6 comments:

noerce said...

Tersontak lagie saya dengan tulisan Bapak satu ini, begitu itu adalah hal "lumrah" yang terkadang kita mengacuhkan sebuah makna Kerinduan, atau kadang sebuah pengalihan usaha menahan kerinduan itu sendiri? Jika kerinduan itu berujung sebuah kemanisan... sungguh sebuah usaha keras utk menahan saat2 perjumpaan itu akan datang dan bertemu sang kekasih

Anonymous said...

Kalo baca judulnya, gimana gitu, hehehe....tapi bukan berarti isinya gak bagus. Seperti biasa, tulisan Mas Amrie selalu gak jauh dari kejadian yang ada di sekitar kita, apa yang sebagian orang alamin, rasakan, lihat dan dengar.

Dan untuk tulisan ini, Ukie rasa banyak juga orang yang pernah mengalami dan merasakannya, termasuk Ukie. Merasakan dan menyimpan kerinduan kepada orang-orang yang kita sayangi. Dan Ukie berprasangka baik, orang-orang yang Ukie sayangi juga merindukan Ukie, seperti halnya Ukie merindukan mereka :D. Tapi, sesuatu apa yang harus kita lakukan supaya mereka selalu merindukan kita? Kan susah juga kalo merahasiakan kerinduan kita sama orang-orang yang kita sayangi? Ukie setuju sama “siapa dia??”, pasti butuh usaha yang ekstra keras untuk menahan kerinduan itu. Maaf, jadi curhat deh…. Ukie akan cari jawabannya sendiri :D, hehehe….

Btw, a great posting Mas Amrie...tashakor :D

Amrie Hakim said...

to "siapa dia..??";
adinda, tidak pernah saya mendapat begitu banyak inspirasi kecuali setelah banyak membaca riwayat hidup Nabi Muhammad SAW.

to ukie;
ukie kan udah baca buku "Laila Majnun", di situkan Laila sebetulnya merepresentasikan Allah karena cinta Laila kepada Majnun begitu tersembunyi. sedangkan Majnun melambangkan manusia/mahluk yang senantiasa mengumandangkan cinta dan kerinduannya kepada Laila, kapan saja, di mana saja.

Anonymous said...

Kerinduan..? hmm .. alangkah indahnya. Untuk seorang pecinta, merindukan yang dicintainya bisa hadir setiap saat, seperti halnya setiap umat melampiaskan kerinduannya kepada Sang Esa dengan beribadah kepadaNya. menurut saya, tidak perlu kita harus merahasiakan, menahan dan menunda kerinduan kita itu, karena bagaimanapun kerinduan tersebut tetap manis rasanya, walaupun baru bersua ... ^-^

Amrie Hakim said...

to kamila;
terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan memberikan komentar. apa yang saudari tulis sangat indah, "tidak perlu kita harus merahasiakan, menahan dan menunda kerinduan kita itu, karena bagaimanapun kerinduan tersebut tetap manis rasanya, walaupun baru bersua ...".

tapi, saya memang tidak mengharuskan kita untuk merahasiakan kerinduan. merahasiakan kerinduan atau rasa cinta itu sesungguhnya lebih berat bagi kami laki-laki daripada perempuan.

lelaki selalu punya kecenderungan agar perasaannya diketahui oleh orang yang dia sayangi. kadang dia mengutarakannya dengan lisan, dan di saat lain dengan tindakan dan waktu lainnya mungkin dengan kedua-duanya.

dan ada pula yang mengungkapkannya secara terang-terangan, dan ada pula yang menyampaikannya dengan tersamar.

Anonymous said...

Merasakan hampir-hampir dibinasakan oleh kerinduan saja, rasanya sangat kurang menyenangkan. Apalagi merasakan benar-benar dibinasakan oleh kerinduan...yang pasti kita jadi gak bisa ngerasain apa-apa lagi karena kita sudah binasa oleh kerinduan itu...