Monday, November 12, 2007

curhat, bagaimana dan kepada siapa?

Belum lama ini, seseorang yang sangat dekat dengan saya mengatakan kalau ia merasa tidak dihargai karena saya tidak pernah curhat dengan dia. Sebetulnya, saya tidak terlalu setuju dengan apa yang dia keluhkan. Tapi, dia tidak sepenuhnya keliru. Saya memang tidak sering curhat, tapi sesekali saya melakukan itu.

Tidak sedikit dari orang-orang di sekeliling kita yang menyukai curhat. Mereka curhat kepada istri atau suami, teman kantor, sahabat, teman chatting, kepada orang tua, kepada adik atau kakak, kepada kakek atau nenek, dan mungkin kepada anak-anaknya. Apa yang dicurhatkan pun berupa-rupa isinya. Tapi, kebanyakan isi curhat itu adalah masalah yang tergolong rahasia. Orang yang menceritakan itu biasanya tidak ingin apa yang dia curhat-kan, diketahui oleh banyak orang.

Mereka yang biasa curhat boleh jadi telah mengetahui manfaat dari aktifitas tersebut. Karena, kalau curhat itu tidak ada manfaatnya, tidak mungkin banyak orang melakukan itu. Manfaat curhat misalnya, seseorang tidak hanya merasa lebih ringan dalam menghadapi masalahnya karena ada seseorang untuk berbagi, tapi ia juga dapat menemukan jalan keluar dari masalahnya itu.

Nabi Muhammad pun curhat kepada sang istri, Khadijah, misalnya pada saat beliau pertama kali menerima wahyu dari Allah di Gua Hira. Turunnya wahyu pertama sangat memengaruhi fisik dan juga psikis Nabi. Diriwayatkan bahwa tubuh Nabi gemetar dan menggigil, sehingga saat beliau pulang ke rumah pun ia dalam keadaan goncang dan meminta agar Khadjah menyelimutinya. Kepada Khadijah, Rasulullah berkata, "Aku merasa amat takut melihat sesuatu yang belum pernah kulihat dan tak pernah kubayangkan." Khadijah kemudian berkata, "bergembiralah, Allah tak akan menghinakan engkau."

Lebih jauh, Khadijah berusaha menghibur dan menenangkan hati beliau dengan memuji sifat-sifat dan akhlak mulia yang dimiliki Rasulullah. Antara lain Khadijah mengatakan, "engkau tidak usah cemas karena engkau orang baik, engkau selalu berkata dengan ketulusan, orang yang sedang kesusahan selalu engkau tolong, bila datang tamu engkau selalu menghormatinya, engkau selalu berpihak kepada kebenaran, bila seseorang ditimpa bencana engkau selalu menolongnya."

Dalam kisah di atas, saya melihat bahwa Rasulullah tidak hanya curhat kepada Khadijah sebagai istrinya, tapi juga sebagai seseorang yang beliau percayai dengan sepenuh hati dan jiwanya. Jadi, sebaiknya kitapun curhat, menumpahkan isi hati kita, yang sebagian di antaranya mungkin rahasia, hanya kepada orang yang benar-benar kita percayai. Sedikit mungkin orang yang tahu rahasia kita, insya Allah, itu lebih baik.

Pada hari-hari tertentu, saya memilih untuk tidak curhat bukan karena saya tidak memercayai seseorang, tapi karena masalah yang saya hadapi saat itu hanya menyangkut diri saya sendiri. Satu lagi, saya kadang menolak curhat karena takut membicarakan orang lain. Kalau sedang menceritakan suatu persoalan, saya sering ditanya" siapa yang begini?" atau "siapa yang begitu?", saya cuma jawab, "ada laah.."

Dahulu, saat curhat dengan Rasulullah menceritakan masalah peribadi mereka, para sahabat seringkali menyamarkan subjek/pelakunya. Dalam hal-hal tertentu, mereka cuma menyebut si anu atau si fulan tanpa menyebut identitas asli orang yang sedang diceritakan. Padahal, tidak jarang "si anu" atau "si fulan" yang sedang dibicarakan dengan Rasulullah sebenarnya adalah orang itu sendiri.

Saya pikir, curhat bukan hal yang buruk sejauh itu tidak merugikan orang lain dan diri sendiri. Menurut saya, sebelum memutuskan curhat kepada siapapun, tanyakanlah setidaknya dua hal ini kepada diri sendiri: Apakah masalah ini harus saya ceritakan kepada orang lain atau dapat saya pecahkan sendiri? Kalau memang saya perlu mendapat masukan dari orang lain terhadap masalah saya, siapakah yang paling bisa saya percayai?

4 comments:

Anonymous said...

bagusss bangettt, pasti akan bermanfaat buat temen-temen yang suka curhat, heheheh....

noerce said...

Sebagai wanita, saya merasa, ih.."Saya bangets", tapi toh curhat bukan hanya monopoli kaum hawa kan?. Btw anyway busway (hii...maaf niy lagi macet total jkt gara2 pembangunan kor.8-10 busway,jd kemana2), back to laptop, teman bilang memank saya tipe sangat ekspresif(betul ngga yach??tapi whateverlah). Memank pada dasarnya kita/manusia mau didengarkan, karenanya juga mengapa ada Lagu :1 mulut saya, 2 telinga saya...harus banyak mendengaaar...Hi..Loh jd Bersenandung. Saya sangat sepakat dengan pendapat Mas amrie. Hanya saja, dari pengalaman pribadi, terkadang kita terlalu semangat alias agresif dalam bercurhat-curhat ria, tanpa berfikir dampak dari kita curhat, Kalo baik, syukur...namun kalo sebaliknya..??bisa gaswat khan??Nah Lo...Becareful yach!aksioma, "lisanmu harimaumu" kayaknya harus kita ingat slalu...

Amrie Hakim said...

to "anonymous", saya sampaikan terimakasih untuk waktu yang telah diluangkan untuk berkunjung ke blog saya. terimakasih pula untuk apresiasinya.

to adinda nur yang tak henti membuat saya kagum karena begitu lancar dalam mengekspresikan ide baik lewat tulisan maupun lisan. menurut saya, nur adalah penulis yang baik. dan menurut saya salah satu ciri khas dari tulisan2 nur sejauh ini adalah sisi jenakanya. menurut saya, untuk menulis sesuatu yang "berbobot" tidak perlu menggunakan bahasa2 yang rumit dan cenderung bikin pusing pembacanya. gunakanlah bahasa yang sesederhana mungkin, serta disisipi dengan humor, agar pesan dapat dipahami orang banyak. wallahu 'alam.

Anonymous said...

Manusia adalah mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendirian, membutuhkan manusia lainnya. Curhat itu normal, kadang kita tidak perlu pendapat orang lain, hanya ingin mengeluarkan uneg uneg saja, semua normal... dari curhat dan bertukar pikiran bisa belajar hal hal baru, tetapi kita harus bisa mecari lawan bicara yg minimal kita percaya, tujuan dari curhat itu akan berhasil jika kita curhat dengan rasa saling percaya kepercayaan.