“Aku telah memberikan cintaku kepadanya, padahal ia musuhku dan mempunyai rencana-rencana jahat terhadapku.”* (Imam Ali bin Abi Talib)
Jumat pekan lalu, kalau saya tidak salah, saya chatting via Yahoo! Messenger (YM) dengan salah satu sahabat baik saya. Seperti yang sering terjadi, YM sahabat saya ini bermasalah sehingga chatting kami jadi sering mati-hidup. Saat kami sedang chatting, rupanya sahabat saya ini khawatir YM-nya offline lagi, sehingga dia menulis pesan ke saya yang kurang lebih berbunyi seperti ini: “Am, YM gue kayaknya error lagi. Tolong ketik ‘saya syiah’ kalo elo terima pesan ini”.
Waktu itu, saya buru-buru akan melakukan apa yang sahabat saya ini minta. Tapi, kemudian saya berpikir kok kata-kata yang diminta aneh betul, “saya syiah”. Apa nggak ada kata sandi yang lain? Akhirnya, karena sedang dimintakan tolong, saya tulis pesan ke sahabat saya begini: “saya” (tanpa pakai kata “syiah”). Dan pesan saya itu sampai. Setelah itu saya tanya ke dia, kenapa kok kata sandinya “menyudutkan” saya (dia tahu saya bercanda dan saya juga tahu dia sedang bercanda). Kalau tidak salah, dia cuma tulis “hehehehe” di jawabannya.
Sahabat saya itu dan beberapa sahabat yang lain tahu benar kalau saya adalah pengagum Imam Ali bin Abi Talib. Seperti yang sudah lazim diketahui, pengagum atau pecinta Imam Ali sering diidentikan dengan (penganut) syiah. Meski begitu, saya bukan penganut syiah. Karena, menurut hemat saya, Imam Ali tidak “satu paket” dengan syiah. Artinya, untuk menjadi pengagum dan pecinta beliau tidak harus menjadi seorang syiah, walaupun seorang syiah pasti menjadikan Imam Ali sebagai junjungannya setelah Rasulullah saw. Tapi, ya, Imam Ali adalah suri teladan saya setelah Rasulullah.
Kembali ke sahabat saya yang tadi itu, pada hari yang sama dia memberikan saya hadiah buku (dalam rangka ulang tahun, katanya). Judul bukunya “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Tinjauan dari Segi Ajaran dan Pemikiran” bukunya ditulis M. Quraish Shihab, dan diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati (cetakan I, Maret 2007). Bukunya bagus. Bagus sekali. Mungkin ini adalah salah satu koleksi terbaik saya di antara koleksi (di bawah topik yang berkaitan dengan Imam Ali dan syiah) yang lain yaitu “Mutiara Nahjul Balaghah: Wacana dan Surat-surat Imam Ali R.A.”. Saya bilang ke dia, terima kasih banyak, saya sangat senang dengan hadiah yang dia berikan.
Saya punya sahabat seorang syiah. Bahkan, saya menganggap dia sebagai sahabat saya yang paling dekat. Sebelumnya dia juga adalah seorang sunni. Saya dan dia sama-sama mengagumi Imam Ali. Hanya saja, kemudian dia memutuskan untuk mendalami dan akhirnya menjadi (penganut) syiah, sementara saya cukup menjadi pengagum dan pecinta Imam Ali. “Kepindahan” dia menjadi syiah, sama sekali tidak berpengaruh pada persahabatan kami. Setidaknya, kami bisa menjadi bukti bahwa sunni-syiah dapat bergandengan tangan.
Terakhir, saya berdoa semoga Allah mendamaikan saudara-saudara kami, sunni dan syiah, yang saat ini saling menumpahkan darah di Irak. Amiin.
* Perkataan Imam Ali tentang Abdurahman bin Muljam. Imam Ali akhirnya syahid di tangan Abdurahman saat sedang menunaikan salat subuh. Dikutip dari “Karakter Agung Ali bin Abi Talib” oleh Murtadha Muthahari, diterbitkan Pustaka Zahra, halaman 26.
Wasalam,
amrie
Friday, April 27, 2007
Friday, April 20, 2007
rokok atau chiki?
“Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.” (Tuhan Sembilan Senti, Taufiq Ismail)
Semalam saya mampir ke minimarket di dekat rumah untuk membeli permen buat anak. Saat hendak membayar, di depan saya ada tiga orang (cowok) ABG yang juga antre di kasir. Saya taksir, mereka baru SMA kelas 1 atau 2, dan yang berdiri pas di depan saya mungkin lebih muda lagi, masih SMP. Iseng-iseng saya perhatikan bahwa mereka membeli barang yang jenisnya sama; rokok. Dua orang pembeli pertama, saya lihat membeli dua bungkus rokok kretek (kayaknya buat dia dan temannya yang juga ikut antre) dan yang lebih muda membeli produk rokok dengan filter.
Tentu tidak ada yang istimewa dari pengalaman saya itu. Itu adalah pemandangan yang lazim kita lihat sehari-hari. Anak-anak di bangku SMP dan SMA beli rokok dan merokok. Bahkan, kita tinggal di lingkungan perokok. Ayah saya perokok, ayah mertua saya perokok, adik saya dua orang, dua-duanya merokok, sahabat, teman, dan rekan kerja saya merokok. (Sangat) banyaknya perokok boleh jadi tidak bisa menjadi ukuran tingginya angka buta huruf di Indonesia. Tapi, itu menjadi tanda tanya mengingat peringatan yang, meski sudah ditulis besar-besar di setiap bungkus rokok, seakan masih tidak dapat dibaca atau dipahami oleh para perokok: MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN.
Masih ada hubungannya dengan rokok, di koran Kompas edisi Minggu (15 April), ada artikel yang mengupas sosok Michelle Sampoerna. Saya tertarik membaca artikel ini karena wajah Michelle yang sangat menarik, Kompas memuat fotonya sepertiga halaman. Michelle adalah putri dari Putera Sampoerna, salah satu konglomerat Indonesia, bos pabrik rokok raksasa Sampoerna. Michelle saat ini memimpin Sampoerna Foundation (SF), yayasan nirlaba yang yang berdedikasi memperbaiki kualitas dan akses pendidikan di Indonesia, begitu Kompas menulis. Ini mungkin adalah salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dari Sampoerna. SF yang disebut-sebut sebagai lembaga nirlaba terbesar yang dimiliki pengusaha itu diberitakan telah memberikan lebih dari 25.000 beasiswa mulai dari tingkat SD hingga S-2. Cukup luar biasa. Pesannya, semua itu mungkin tidak bisa dilakukan SF tanpa ada jutaan orang yang merokok.
Saya juga jadi ingat saat kongkow-kongkow dengan tetangga-tetangga di rumah (semuanya bapak-bapak). Sudah jadi bahasa kemesraan dan keakraban dalam pergaulan, seorang teman menawarkan rokok kepada temannya yang lain. Dan saat itu adalah saat yang kesekian kalinya saya ditawari rokok oleh orang lain. Sebelumnya, sang tuan rumah menawarkan minuman beralkohol kepada saya dan tamu lainnya (waktu itu ada dua tamu lagi selain saya), dan setelah berbasa-basi, saya tolak dengan halus. Setelah itu, baru sang tuan rumah menawarkan rokok yang kemudian saya tolak lagi, dengan halus juga. Akhirnya, sambil bercanda, dia mengatakan, “kalau Chiki, mau pak Amrie?” Semua yang ada di ruangan itu langsung tertawa. Akhirnya, saya memang cuma makan kacang, karena chikinya tidak ada.
Soal rokok, salah satu ulama besar Indonesia, M. Quraish Shihab, mengikuti garis hukum yang menyatakan bahwa rokok itu barang haram. Beliau juga dengan tegas menyatakan bahwa seorang perokok tidak bisa menjadi imam dalam salat (baca, “Lentera Hati” oleh M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan).
Menutup tulisan ini, saya kutipkan beberapa bait syair dari Taufiq Ismail mengenai rokok. Syair berikut diberi judul “Tuhan Sembilan Senti”.
“Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.”
Wallahu ‘alam.
Salam,
amrie
Semalam saya mampir ke minimarket di dekat rumah untuk membeli permen buat anak. Saat hendak membayar, di depan saya ada tiga orang (cowok) ABG yang juga antre di kasir. Saya taksir, mereka baru SMA kelas 1 atau 2, dan yang berdiri pas di depan saya mungkin lebih muda lagi, masih SMP. Iseng-iseng saya perhatikan bahwa mereka membeli barang yang jenisnya sama; rokok. Dua orang pembeli pertama, saya lihat membeli dua bungkus rokok kretek (kayaknya buat dia dan temannya yang juga ikut antre) dan yang lebih muda membeli produk rokok dengan filter.
Tentu tidak ada yang istimewa dari pengalaman saya itu. Itu adalah pemandangan yang lazim kita lihat sehari-hari. Anak-anak di bangku SMP dan SMA beli rokok dan merokok. Bahkan, kita tinggal di lingkungan perokok. Ayah saya perokok, ayah mertua saya perokok, adik saya dua orang, dua-duanya merokok, sahabat, teman, dan rekan kerja saya merokok. (Sangat) banyaknya perokok boleh jadi tidak bisa menjadi ukuran tingginya angka buta huruf di Indonesia. Tapi, itu menjadi tanda tanya mengingat peringatan yang, meski sudah ditulis besar-besar di setiap bungkus rokok, seakan masih tidak dapat dibaca atau dipahami oleh para perokok: MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN.
Masih ada hubungannya dengan rokok, di koran Kompas edisi Minggu (15 April), ada artikel yang mengupas sosok Michelle Sampoerna. Saya tertarik membaca artikel ini karena wajah Michelle yang sangat menarik, Kompas memuat fotonya sepertiga halaman. Michelle adalah putri dari Putera Sampoerna, salah satu konglomerat Indonesia, bos pabrik rokok raksasa Sampoerna. Michelle saat ini memimpin Sampoerna Foundation (SF), yayasan nirlaba yang yang berdedikasi memperbaiki kualitas dan akses pendidikan di Indonesia, begitu Kompas menulis. Ini mungkin adalah salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dari Sampoerna. SF yang disebut-sebut sebagai lembaga nirlaba terbesar yang dimiliki pengusaha itu diberitakan telah memberikan lebih dari 25.000 beasiswa mulai dari tingkat SD hingga S-2. Cukup luar biasa. Pesannya, semua itu mungkin tidak bisa dilakukan SF tanpa ada jutaan orang yang merokok.
Saya juga jadi ingat saat kongkow-kongkow dengan tetangga-tetangga di rumah (semuanya bapak-bapak). Sudah jadi bahasa kemesraan dan keakraban dalam pergaulan, seorang teman menawarkan rokok kepada temannya yang lain. Dan saat itu adalah saat yang kesekian kalinya saya ditawari rokok oleh orang lain. Sebelumnya, sang tuan rumah menawarkan minuman beralkohol kepada saya dan tamu lainnya (waktu itu ada dua tamu lagi selain saya), dan setelah berbasa-basi, saya tolak dengan halus. Setelah itu, baru sang tuan rumah menawarkan rokok yang kemudian saya tolak lagi, dengan halus juga. Akhirnya, sambil bercanda, dia mengatakan, “kalau Chiki, mau pak Amrie?” Semua yang ada di ruangan itu langsung tertawa. Akhirnya, saya memang cuma makan kacang, karena chikinya tidak ada.
Soal rokok, salah satu ulama besar Indonesia, M. Quraish Shihab, mengikuti garis hukum yang menyatakan bahwa rokok itu barang haram. Beliau juga dengan tegas menyatakan bahwa seorang perokok tidak bisa menjadi imam dalam salat (baca, “Lentera Hati” oleh M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan).
Menutup tulisan ini, saya kutipkan beberapa bait syair dari Taufiq Ismail mengenai rokok. Syair berikut diberi judul “Tuhan Sembilan Senti”.
“Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.”
Wallahu ‘alam.
Salam,
amrie
Thursday, April 12, 2007
bercermin, bersyukur
Salah satu rutinitas saya setiap pagi, mulai dari rumah dan begitu tiba di kantor, adalah bercermin. Itu juga adalah salah satu aktivitas favorit saya. Tentu bukan karena ada yang istimewa dari wajah saya. Atau juga bukan karena saya narsis (kegiatan bercermin sangat lekat dengan tokoh mitologi Yunani, Narsisus, yang jatuh cinta pada pantulan wajahnya sendiri di atas air). Bukan karena keduanya, insya Allah.
Satu-satunya alasan mengapa saya senang bercermin adalah karena itu adalah kesempatan saya untuk memanjatkan doa yang sangat sangat indah buat saya. Doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW itu begini bunyinya: “Allahumma kamaa hassanta khalqii fahassin khuluqii. Artinya: Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah pulalah akhlaqku (Hadis riwayat Ahmad)”.
Dengan doa itu, saya pribadi tidak pernah merasa bersedih karena wajah saya tidak mirip pemain sinetron, postur tubuh saya tidak “ideal”, potongan rambut saya tidak seperti Daniel Craig (saya pernah coba potong rambut meniru dia, dan hasilnya lumayan lah. Rambutnya nyaris mendekati, tapi wajahnya nggak), atau pakaian yang saya kenakan bukan pakaian yang “keren” dan mahal. Dengan doa itu, saya merasa jadi orang yang paling beruntung di dunia. Doa itu membuat saya selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki dan tidak saya miliki.
Karena saya -- dan boleh jadi hampir kebanyakan dari kita – bercermin sama seringnya dengan saya ke kamar kecil, maka sesering itulah saya usahakan untuk memanjatkan doa itu. Saya juga berdoa agar Allah menetapkan hati saya dalam keasyikan mensyukuri semua nikmat-Nya yang dapat saya lihat (dan rasakan) dan yang tidak mampu saya lihat (dan rasakan). Amiin.
Wasalam,
amrie
Satu-satunya alasan mengapa saya senang bercermin adalah karena itu adalah kesempatan saya untuk memanjatkan doa yang sangat sangat indah buat saya. Doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW itu begini bunyinya: “Allahumma kamaa hassanta khalqii fahassin khuluqii. Artinya: Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah pulalah akhlaqku (Hadis riwayat Ahmad)”.
Dengan doa itu, saya pribadi tidak pernah merasa bersedih karena wajah saya tidak mirip pemain sinetron, postur tubuh saya tidak “ideal”, potongan rambut saya tidak seperti Daniel Craig (saya pernah coba potong rambut meniru dia, dan hasilnya lumayan lah. Rambutnya nyaris mendekati, tapi wajahnya nggak), atau pakaian yang saya kenakan bukan pakaian yang “keren” dan mahal. Dengan doa itu, saya merasa jadi orang yang paling beruntung di dunia. Doa itu membuat saya selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki dan tidak saya miliki.
Karena saya -- dan boleh jadi hampir kebanyakan dari kita – bercermin sama seringnya dengan saya ke kamar kecil, maka sesering itulah saya usahakan untuk memanjatkan doa itu. Saya juga berdoa agar Allah menetapkan hati saya dalam keasyikan mensyukuri semua nikmat-Nya yang dapat saya lihat (dan rasakan) dan yang tidak mampu saya lihat (dan rasakan). Amiin.
Wasalam,
amrie
Subscribe to:
Posts (Atom)