Banyak bos yang punya gaya atau pembawaan khas yang dirasakan nyaman oleh para bawahannya. Tapi, tidak sedikit juga bos yang punya gaya atau pembawaan yang sulit untuk diterima dengan baik oleh para bawahannya. Mungkin jenis bos yang disebut terakhir itulah yang paling sering dihindari kebanyakan orang. Apalagi, yang namanya signature atau pembawaan, pada umumnya sangat sulit untuk diubah.
Teman saya yang tadi itu juga bilang, kalau ada bawahan yang tidak bisa menerima gaya kepemimpinan dari bosnya itu, sebaiknya dia bersabar, karena siapa tahu bosnya itu akan berubah. Dan, kalau bosnya itu masih belum berubah dan si bawahan sudah tidak tahan dengan dia (karena itu memang sesuatu yang hampir mustahil berubah), sang bawahan setidaknya punya dua pilihan; (belajar) menerima dengan tanpa syarat gaya bosnya itu, atau keluar dari kantor tersebut.
Sementara itu, teman saya yang lain menceritakan pengalamannya memiliki bos yang barangkali memenuhi syarat untuk disebut "bos baik hati". Baik hati karena bosnya sering mentraktir makan bawahannya, kapan saja kalau diminta. Saya sendiri tidak tahu apakah itu dilakukan oleh sang bos karena pembawaannya yang memang murah hati atau hanya untuk mengambil hati bawahannya.
Saya tadinya berpikir jenis bos yang begitulah yang ideal, karena baik kepada bawahannya. Tapi ternyata teman saya bilang, bosnya itu disenangi karena mudah "disetir" bawahannya. Dari nada bicara teman saya, saya membaca kalau model kepemimpinan yang demikian tidak bisa disebut ideal. Teman saya juga setuju dengan pendapat teman saya yang satu lagi bahwa tiap bos punya signature yang terkadang tidak bisa diukur dengan timbangan "benar-salah".
Jadi, sepertinya benar perkataan bahwa jadi bos itu tidak gampang. Dan, tidak gampang pula menemukan bos yang benar-benar sesuai dengan selera kita. Mungkin yang perlu kita sadari bahwa setiap bos itu pada hakikatnya adalah bawahan juga. Kalau ada bos yang menganggap dan bertingkah-laku seolah-olah dia orang yang paling berkuasa di jagad raya ini, orang seperti itu tidak perlu kita sumpahi, tapi sepatutnya kita kasihani dan doakan supaya penyakitnya sembuh.
Dan, kita sebagai bawahan juga sebaiknya tidak main mutlak-mutlakan. Bos atau atasan mutlak salah, mutlak zalim, dan sebaliknya, kita sebagai bawahan mutlak benar dan mutlak dalam keadaan ditindas atasan. Imam Ali suatu kali pernah mengatakan kurang lebih, "Dahulu saya kira hanya penguasa yang dapat berbuat zalim kepada rakyat. Ternyata, rakyat juga dapat berbuat zalim terhadap penguasa".
Di akhir tulisan ini saya kutipkan salah satu resep Imam Ali yang sangat bermanfaat, sangat mudah diterapkan oleh kita -- yang pada hakikatnya adalah pemimpin (meski bukan bos, seperti halnya tidak semua bos adalah pemimpin) -- dan sangat perlu menjadi signature kita:
"Campurlah ketegasan dengan kelembutan. Bersikap lunaklah ketika kelunakan lebih memadai, dan bersikap tegaslah ketika ketegasan dibutuhkan. Rendahkan sayapmu bagi rakyatmu. Cerahkan wajahmu di hadapan mereka. Lembutkan sikapmu untuk mereka. Jangan membeda-bedakan perlakuanmu di antara mereka, baik dalam perhatian, tatapan, isyarat maupun ucapan salam. Sehingga dengan demikian "orang-orang penting" tidak mengharapkan penyelewenganmu demi kepentingan mereka; rakyat kecil pun takkan putus asa akan keadilanmu dalam memerhatikan nasib mereka."
6 comments:
g tau deh nyambung apa ngga comment dari Fr!Sa ini, jadi inget pepatah yg bunyinya "jangan tanya apa yg negara lakukan untuk kamu, tapi tanyakan apa yang kamu lakukan untuk negara"
mungkin bisa di aplikasiin ke tulisan mas amrie kali ini adalah, "jangan tanya apa yg bos atau atasan lakukan untuk kita, tapi tanyakan apakah kita sudah bekerja dengan baik dan sesuai dengan tuntutan pekerjaan kita kepada perusahaan tempat kita bekerja"
salam...love peace and gaul hehehehehe :)
No Comment..
Ember...setuju bangettt.. :). Jadi bos itu memang gak gampang, tapi jadi bawahan bukan berarti gampang juga ya, susah juga loh... Kalo kita punya bos yang pembawaannya sulit diterima sama bawahan kan, yang jadi bawahan bakalan susah juga, apa-apa salah, begini salah, begitu salah...yahh cape dehhh...
Bukan berarti kalo dah jadi bos itu bisa ngapain aja, kalo gak ada bawahan kan ga akan ada bos. Jadi sebaiknya kita selalu menyadari akan siapa diri kita sebenarnya. Kita sebagai mahluk Tuhan pastinya tidak akan bisa hidup sendiri, sekecil apapun peran orang dalam hidup kita, pasti tetap akan kita butuhkan. Dan kita juga sebisa mungkin harus bisa selalu menghargai sekecil apapun yang orang lakukan untuk kita.
Segala sesuatu memang tidak seperti kelihatannya.. :)
Nice posting Amrie agha...
Salam,
@ frisa:
1. komen (di blog saya) tidak harus nyambung.
2. komen frisa tidak nyambung.
3. jgn kapok kasih komen ya.
@ anonymous:
no comment kok comment
@ ukie:
tidak ada satupun tokoh di tulisan saya di atas yg namanya 'Ember'. jadi, ukie setuju dgn pendapat siapa sebenarnya? (hehehehe)
"Campurlah ketegasan dengan kelembutan...", susah-susah sulit menerapkan resep ini, tahap pencampuran adonannya sangat susah di takar, brp takaran ketegasan & brp takaran kelembutan...
Yg pasti sang Bos/pimpinan atau bawahan masing2 saling mengukur diri aza...Harapan/tuntutan/keluhan atau kadangkala pujian/sanjungan bisa menyeimbangkan masing2 peran...Tdk slamanya benci akan benci pun suka akan suka..hrs ada paradigma bhw smua bisa berubah tentu ke arah yg lebih baik, tdk bisa hny satu pihak...smuaaa mua...
Yg pasti comment dr sang empunya blog, hr ini lebih "Jayus"..., knp mas?hee... ^_^
@ nuri jan:
maksudnya sih mau ngelucu nuri jan, tapi ternyata ga lucu.
Post a Comment