Wednesday, February 22, 2006

Ini Dia, Daftar Pustakanya The Da Vinci Code!

Semakin dekatnya jadwal rilis film "The Da Vinci Code" membuat sebagian orang mulai membuka-buka lagi novelnya. Saya sendiri minggu lalu beli buku saku "The Da Vinci Code: Memisahkan Fakta dari Fiksi" di Gramedia. Buku ini adalah satu dari sejumlah buku tandingan (rebutal) The Da Vinci Code. Walaupun singkat, ya lumayan baik untuk memahami keberatan rekan-rekan Kristiani (khususnya Katolik) atas "semi-fiksinya" Dan Brown tersebut.

Berikut (sebagian) daftar bacaan Dan Brown untuk The Da Vinci Code. Daftar ini saya copy-paste dari situs resminya, www.danbrown.com. Semoga berguna.

Partial Bibliography for
THE DA VINCI CODE

The History of the Knights Templars
--Charles G. Addison


Rosslyn: Guardians of the Secret of the Holy Grail
--Tim Wallace-Murphy & Marilyn Hopkins


The Woman With The Alabaster Jar: Mary Magdalene and the Holy Grail
--Margaret Starbird


The Templar Revelation: Secret Guardians of the True Identity of Christ
--Lynn Picknett & Clive Prince


The Goddess in the Gospels: Reclaiming the Sacred Feminine
--Margaret Starbird


Holy Blood, Holy Grail.
--Michael Baigent, Richard Leigh, Henry Lincoln


The Search for the Holy Grail and the Precious Blood
--Deike Begg


The Messianic Legacy
--Michael Baigent


The Knights Templar and their Myth
--Peter Partner


The Dead Sea Bible. The Oldest Known Bible
--Martin G. Abegg


The Dead Sea Deception
--Michael Baigent, Richard Leigh


The Nag Hammadi Library in English
--James M. Robinson


Jesus and the Lost Goddess: The Secret Teachings of the Original Christians
--Timothy Freke, Peter Gandy


When God was a Woman
--Merlin Stone


The Chalice and the Blade. Our History, our Future
--Riane Eisler


Born in Blood
--John J. Robinson


The Malleus Maleficarum
--Heinrich Kramer & James Sprenger


The Notebooks of Leonardo da Vinci
--Leonardo da Vinci


Prophecies
--Leonardo da Vinci


Leonardo da Vinci: Scientist, Inventor, Artist
--Otto Letze


Leonardo: The Artist and the Man
--Serge Bramly, Sian Reynolds


Their Kingdom Come: Inside the secret world of Opus Dei
--Robert A. Hutchison


Beyond the Threshold: A Life in Opus Dei
--Maria Del Carmen Tapia


The Pope's Armada: Unlocking the Secrets of Mysterious and Powerful New Sects in the Church
--Gordon Urguhart


Opus Dei: An Investigation into the Secret Society Struggling for Power Within the Roman Catholic Church
--Michael Walsh


I. M. Pei: A Profile in American Architecture
--Carter Wiseman


Conversations With I. M. Pei: Light Is the Key
--Gero Von Boehm

Sunday, February 19, 2006

Man of The Hour

Nama blog ini, jujur saja, terinspirasikan dari film "The Big Fish" dari Tim Burton (2003). Film ini sebetulnya tidak terlalu istimewa, hanya saja karakter tokoh utama film ini, Edward Bloom, sangat langka dan belum pernah saya temui di film-film lain yang pernah saya lihat. Keistimewaan film ini saya kira juga ada pada kesederhanaannya dalam bercerita.

Berikut adalah lirik salah satu soundtrack dari The Big Fish, dari Pearl Jam.

Man Of The Hour

Tidal waves don't beg forgiveness
Crashed and on their way
Father he enjoyed collisions; others walked away
A snowflake falls in may.
And the doors are open now as the bells are ringing out
Cause the man of the hour is taking his final bow
Goodbye for now.

Nature has its own religion; gospel from the land
Father ruled by long division, young men they pretend
Old men comprehend.

And the sky breaks at dawn; shedding light upon this town
They'll all come ‘round
Cause the man of the hour is taking his final bow
G'bye for now.

And the road
The old man paved
The broken seems along the way
The rusted signs, left just for me
He was guiding me, love, his own way
Now the man of the hour is taking his final bow
As the curtain comes down
I feel that this is just g'bye for now

Saturday, February 18, 2006

Film Tandingan 'The Da Vinci Code' Segera Dirilis

Penulis Dan Brown dalam beberapa tahun terakhir telah menuai beberapa kontroversi setelah menulis "The Da Vinci Code" yang mengisahkan cerita di balik organisasi Katolik Opus Dei. Novel itu kemudian digarap oleh sutradara Ron Howard menjadi sebuah film yang akan dirilis pada 19 Mei 2006.

Seiring dengan promosi film yang dibintangi oleh Tom Hanks, anggota Opus Dei juga melancarakan kampanye mereka. Dalam "The Da Vinci Code", Opus Dei digambarkan sebagai organisasi pembunuh yang mengagungkan kekuasaan dan penyiksaan diri. Namun, perwakilan Opus Dei menyatakan tidak akan memboikot film "The Da Vinci Code". Mereka hanya berharap agar masyarakat dapat mempelajari Opus Dei sebenarnya.

Opus Dei membuka kantor pusat di New York untuk umum agar masyakarat dapat melihat sisi lain dari komunitas itu. Namun, warga yang datang tetap menganggap bahwa "The Da Vinci Code" adalah kisah nyata bukan fiksi belaka. Mereka justru mencari karakter dalam buku Dan Brown.

Sebagai film tandingan, Gereja Katolik akan meliris "The Way" yaitu film dokumenter hasil kerja sama antara Opus Dei dengan Double Day, penerbit novel "The Da Vinci Code". Film tersebut berisi kisah spiritual pendiri Opus Dei, Josemaría Escrivá, yang akan diliris 10 hari sebelum Ron Howard meliris filmnya.

Ritual penyiksaan diri yang biasa dilakukan Opus Dei seperti mengenakan rantai duri di bagian tubuh mereka, serta banyaknya kerahasiaan di dalam organisasi tersebut kerap dipertanyakan. Hal tersebut kemudian menyebabkan Opus Dei diselimuti banyak kontroversi.

(Metrotvnews.com, New York)

Sunday, February 12, 2006

Mempertaruhkan Karir Pengacara Demi Sang Pengusir Setan

Seorang pengacara harus membela seorang pendeta pengusir setan yang dituduh menjadi penyebab matinya seorang gadis belia. Bagaimana dia harus membela seseorang yang mewakili Tuhan yang dia sendiri tidak percaya akan eksistensinya?

Erin Bruner adalah seorang pengacara litigasi yang karirnya sedang meroket. Dia merupakan pengacara andal dan pekerja keras. Karena itu, tidak aneh jika sang bos, Karl Gunderson, ingin mempromosikan Bruner untuk menjadi senior partner di kantor hukum yang ia pimpin.

Sebelum melakukan itu, Gunderson ingin menguji keandalan Bruner sebagai pengacara. Erin yang baru saja memenangkan kasus besar, disodorkan sebuah kasus yang unik, jika tidak ingin dikatakan ganjil. Kasus itu menyangkut seorang pendeta bernama Richard Moore yang dituding melenyapkan nyawa seorang gadis dalam sebuah ritual pengusiran setan (exorcism).

Sebagai pengacara litigasi yang tidak hanya cerdas namun juga ambisius, Bruner menerima kasus itu tanpa banyak diskusi. Kesan pertama Bruner akan kasus barunya itu tidak jauh berbeda dengan kasus-kasus pidana lain yang sebelumnya ia tangani. Tanpa disadari, dia baru saja menerima sebuah kasus yang tidak hanya bisa membuat ambisinya untuk menjadi senior partner melayang, tapi juga seluruh karir hukumnya jadi abu.

Demikian potongan kisah yang terdapat dalam film “The Exorcism of Emily Rose” yang tengah diputar di bioskop-bioskop. Film yang didasarkan pada kisah nyata ini memang bukanlah film horor biasa. Film ini juga berbeda dengan film-film dengan tema sejenis yang telah banyak dirilis sebelumnya, terutama yang sangat fenomenal yaitu “The Exorcist” di tahun 70an.

Berbeda dengan film horor pada umumnya, hampir separuh film dihabiskan di ruang sidang. Ya, “The Exorcism of Emily Rose” adalah film mengenai proses persidangan terhadap seorang exorcist (Tom Wilkinson) yang dituding karena kelalaiannya telah menyebabkan matinya Emily Rose (Jennifer Carpenter). Tokoh Bruner sendiri, yang juga tokoh sentral dalam film ini, diperankan oleh aktris Laura Linney.

Terjadi dialog yang menarik saat pertemuan pertama antara Bruner dengan Moore di sel tahanan. Moore pada awalnya berkeras menolak diwakili oleh Bruner. Pasalnya, selain bukan penganut Katolik yang taat, Bruner juga seorang agnostik -- tidak percaya Tuhan. Moore menyangka Bruner hanyalah pengacara lain yang haus akan publisitas. Tapi kemudian Bruner menjawab, “I’m here to make senior partner at my firm”.

Sang pendeta akhirnya mau didampingi oleh pengacara cantik itu dengan syarat dia tidak mau menerima tawaran mengenai hukuman yang disodorkan penuntut umum Ethan Thomas (Campbel Scott). Moore mengatakan bahwa dia tidak bersalah dan dia ingin masyarakat mengetahui apa yang sejatinya terjadi pada diri Emily Rose.

Kisah pun kemudian bergulir ke ruang sidang Crescent County Courthouse. Ada dua hal yang hendak dibuktikan dalam persidangan itu yaitu apa penyebab kematian Emily Rose, gadis berusia 19 tahun, dan siapa yang harus bertanggung jawab.

Penuntut umum berusaha meyakinkan juri bahwa apa yang menimpa Emily Rose bukanlah kerasukan setan, tetapi kelainan jiwa dan epilepsi. Menurutnya, Emily tewas karena Moore memerintahkan Emily untuk meninggalkan terapi medis yang sempat dia jalani. Hal itu diperkuat, antara lain, oleh kesaksian dokter forensik yang mengotopsi jasad Emily.

Sementara, pihak terdakwa berargumen bahwa Emily Rose kerasukan setan dan ritual pengusiran setan adalah terapi yang paling jitu untuk menyembuhkan Emily. Tentu tidak mudah bagi Bruner untuk membuktikan hal yang bagi kebanyakan orang tidak rasional itu. Mencari saksi serta bukti-bukti untuk menguatkan argumentasi itu menjadi kisah tersendiri dalam film ini.

Bruner sempat bimbang ketika atasannya mengancam akan memecatnya jika dia tetap membiarkan Moore memberi kesaksian untuk kedua kalinya. Pasalnya, pada kesempatan pertama, kesaksian sang pendeta dibantai habis-habisan oleh penuntut umum. Padahal, di sisi lain, dia telah berjanji akan memberikan kesempatan Moore untuk mengungkapkan apa yang dialami Emily Rose. Bruner akhirnya mengambil keputusan yang tidak akan pernah dia sesali sepanjang hidupnya.

Adegan-adegan mencekam ketika Emily Rose dikuasai iblis hadir sebagai kilas mundur di saat para saksi, termasuk Moore, membeberkan keterangan di muka sidang. Puncaknya adalah waktu Moore memimpin “Rituale Romanum” untuk mengenyahkan iblis-iblis yang merasuki jiwa dan raga Emily. Upacara itu gagal dan Emily meninggal beberapa hari kemudian.

Sebagai film yang menyuguhkan drama persidangan, film ini belum dapat menyamai “A Few Good Men” atau “The Rainmaker” misalnya. Sementara, film ini juga tidak terlalu menegangkan sebagai film horor. Karena itu, poster film ini boleh jadi “menyesatkan” para penonton yang mengharapkan film horor yang dapat membuat “sport” jantung.

Namun, pada sisi lain, film ini membawa pesan religius yang kuat, terutama bagi para pemeluk Katolik. Di bagian akhir film ini akan diungkapkan alasan mengapa Emily Rose, seorang penganut iman Katolik yang taat, dapat dirasuki roh-roh jahat. “The Exorcism of Emily Rose” ingin menyampaikan bahwa eksistensi setan adalah salah satu tanda akan kehadiran Tuhan.

hak © ipta: amrie

Saturday, February 11, 2006

Renungan Buat Rekan yang Bertekad Jadi Lawyer

Sebuah jajak pendapat di majalah "California Lawyer" mengungkapkan bahwa 70 persen pengacara akan memilih karir lain jika mereka harus memulai dari awal. Polling yang dilakukan oleh Johns Hopkins menyebutkan bahwa pengacara memiliki tingkat depresi paling tinggi dibandingkan 104 karir.

Meski demikian, jumlah peminat sekolah hukum di AS tetap tinggi. Pasalnya, bagi sebagian besar mahasiswa di AS hukum tetap dipandang sebagai jalur yang paling jelas menuju uang dan prestise. Nah, bagaimana anda dapat meramalkan bahwa anda akan menjadi seorang pengacara yang bahagia, atau bebas dari depresi.

- Pengacara pada umumnya lebih bahagia jika bekerja untuk lembaga nirlaba atau pemerintah ketimbang korporasi. Tujuannya dianggap lebih baik dan jam kerjanya un lebih singkat. Masalahnya adalah persaingan di kedua bidang tersebut sangat ketat. Sebagian besar kandidat yang terpilih untuk posisi-posisi itu adalah para lulusan sekolah hukum top seperti Harvard atau Stanford.

- Kebanyakan pengacara, khususnya selama tahun-tahun pertama praktik, menghabiskan sedikit waktu dengan klien atau tampil di persidangan. Umumnya, mereka hanya melakukan riset, menulis, dan membuat ulasan mengenai dokumen-dokumen yang super-detil. Apakah anda akan menikmatinya, dan menguasinya?

- Pengacara-pengacara yang menghasilkan uang banyak bekerja 60 hingga 90 jam tiap pekannya, terlebih lagi sepanjang tujuh tahun yang dibutuhkan untuk menjadi seorang partner. Apakah itu kelihatan pas bagi anda?

- Menjadi partner di sebuah kantor hukum tidak semata-mata bergantung pada keahlian lawyering anda tapi juga potensi "rainmaking" anda. Apakah anda tipe orang yang cukup agresif dan impresif untuk meyakinkan klien korporat untuk menyewa anda di antara segudang pengacara korporat lainnya untuk menangani bisnis mereka?

- Pengacara kerap mengeluhkan perlakuan tidak etis dari lawan berperkara mereka. Mampukah anda menanggung tekanan itu tanpa menyerah?

Sumber: www.usnews.com (Should you be a lawyer)

Jajal Bikin Blog Nih

Assalamualaikum,

Sudah lama pengen nyoba bikin blog, alhamdulillah baru sekarang kesampean. Sekarang sih masih bingung mau posting apa, tapi gue cukup seneng lah udah sampe sejauh ini. Oke deh segitu dulu. Mau liat gimana hasilnya.

Wasalam,

amrie