Thursday, November 20, 2008

romantis

Saya punya banyak teori atau pengertian tentang apa itu romantis. Tapi tidak sebanyak yang mungkin saudara-saudara punyai atau pikirkan. Salah satu definisi saya soal romantis adalah merahasiakan perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan untuk orang yang kita sayangi. Tercakup dalam pengertian itu adalah perbuatan-perbuatan yang hampir semua orang awam anggap supertolol, mahagoblok atau bahkan "membahayakan" demi melindungi orang yang kita sayangi dari hal-hal yang jauh lebih supertolol, mahagoblok atau "membahayakan".

Romantis adalah mengorbankan perbuatan-perbuatan baik kita tidak diketahui,
bahkan oleh siapa perbuatan baik itu kita tujukan.
Romantis adalah memberikan sekuntum mawar setiap hari kepada seorang gadis buta yang tidak tahu siapa dan seperti apa (wajah) si pemberi mawar itu, dan ketika si gadis buta itu akhirnya dapat melihat, si pemberi mawar tetap tidak membuka identitasnya sebagai si pemberi mawar. Romantis adalah menjadi rahasia itu sendiri, bukan si pemegang rahasia.

Romantis adalah kegilaan atau kepatuhan bagai budak kepada dia yang kita
sayangi. Romantis adalah melupakan hasrat untuk menghitung untung-rugi atau
kadang menjaga harga-diri.
Romantis adalah penolakan dalam kepatuhan dan kepatuhan dalam penolakan. Romantis adalah memberi kecupan-kecupan kecil di saat sang kekasih sedang lelap dalam tidurnya, terbang bersama mimpinya. Romantis adalah menolak untuk menjadi romantis. Romantis adalah berhenti berkata-kata lagi.

Itulah teori saya mengenai romantis. Anda boleh tidak setuju dengan (teori) saya. (Pengertian) kita tidak perlu menjadi sama, dan saya berharap anda berbeda dengan saya. Karena, buat saya, itu juga romantis.

Thursday, November 13, 2008

balas dendam

Saya bukan tipe pembalas dendam. Tapi, sekali-dua kali saya ingin betul membalas dendam. Tidak cuma sebanding dengan luka yang saya alami, tapi melebihi itu. Pasti nikmat rasanya melihat orang yang sebelumnya berbuat buruk kepada kita menderita antara hidup dan mati.

Tapi, setelah saya pikir-pikir lagi, buat apa balas dendam? Toh, saya tidak sakit-sakit amat. Kalaupun sesaat sakit sekali rasanya, tapi lama-lama sakitnya bisa hilang (terlupakan) juga. Buat apa balas dendam? Toh, semua di dunia ini ada hitung-hitungannya.

Saya juga, anehnya, bukan tipe pemaaf. Saya sering mengatakan, maafkanlah tapi jangan melupakan. Ini tidak boleh sebetulnya. Karena idealnya memaafkan itu satu paket dengan melupakan. Karena buat apa memaafkan tapi masih mengingat-ingat kesalahan orang lain?

Buat saya tidak mudah ya untuk melupakan begitu saja orang yang sudah bikin hati kita babak belur. Memaafkan adalah satu hal, tapi melupakan adalah hal lain lagi. Saya tidak mau melupakan supaya tetap ingat agar tidak jadi korban kejahatan orang itu lagi. Itu pembenaran saya.

Tapi, begitu saya timbang-timbang lagi, baiknya saya lebih sering-sering memaafkan dan melupakan. Karena toh saya ini orang yang pelupa. Jadi, kenapa tidak saya memanfaatkan kelemahan saya yang satu itu untuk hal yang baik?

Bagaimanapun, saya mencadangkan hak saya untuk balas dendam. Jenis balas dendam seperti yang pernah dikatakan Cak Nun, "Seribu kali saya berbuat baik, orang tetap saja mencari-cari keburukan saya. Maka saya balas dendam, seribu kali orang berbuat buruk kepada saya, saya akan mencari-cari kebaikan orang tersebut." Wallahu 'alam.

Thursday, November 06, 2008

mungkin

Si mungkin itu terkadang baik hati. Sesuatu mungkin bisa membuat kita marah atau sedih pada saat tertentu. Tapi, asalkan kita bersabar sesuatu itu mungkin bisa membikin kita tersenyum atau bahagia. Jadi, mungkin kita perlu lebih sering-sering bersabar menunggu si "mungkin" ini menunjukkan batang hidungnya dan mengajak dia bercengkrama.

Si pasti itu tidak selamanya bersahabat. Seseorang yang selama ini kita duga teman kita dan pasti akan membantu kita saat dibutuhkan, ternyata tidak seperti yang kita duga. Sebaliknya, orang lain yang selama ini tidak pernah nempel di pikiran (apalagi di hati) kita dan pasti dia juga tidak peduli sama kita, tidak tahunya malah dia yang rajin membantu kita, dengan atau tanpa kita ketahui, di belakang dan di depan kita. Nah, makanya baiknya jangan terlalu sering menggauli si "pasti" itu.

Satu hal lagi nih yang lumayan penting diungkapkan. Selama ini saya mengira bahwa orang yang paling patut dikasihani adalah dia yang tidak punya teman atau punya sedikit saja teman. Karena orang-orang seperti itu sudah pasti kesepian dan tidak punya orang lain yang bisa diandalkan, dimintakan bantuannya, atau jadi teman berbagi cerita.

Tapi, saya salah banget soal itu. Ternyata orang yang paling wajib dikasihani adalah orang yang menduga dia punya banyak teman, tapi ternyata dia tidak punya satu bijipun. Bagaimana tidak kasihan, wong ketika dia lagi jatuh sejatuh-jatuhnya dan dia pikir akan ada (banyak) orang yang menopangnya, ternyata malah kagak ade. Itu sakitnya dua kali, mas dan mbak. Sakit pertama adalah saat dia tahu tidak ada orang (teman) yang menolongnya, dan yang kedua sakit karena jatuhnya itu. Naudzubillah.

Maka dari itu, oom dan tante, boleh saja kita mengandalkan atau setidak-tidaknya menggantungkan harapan orang lain untuk hadir membantu saat kita butuhkan. Tapi, jangan terlalu mengandalkan dan harapannya sebaiknya tidak digantung terlampau tinggi. Menurut saya, yang paling baik adalah menyiapkan diri kita untuk menjadi penolong bagi diri kita sendiri. Dan tingkat atau kualitas yang lebih tinggi lagi adalah menyiapkan diri untuk membantu orang lain, tidak peduli dia itu teman kita atau bukan.

Teman itu ibarat si pasti dan orang-orang yang bukan teman itu si mungkin-nya. Menggantungkan harapan yang terlalu tinggi kepada teman itu hampir-hampir tergolong sebuah kejahatan karena kerugian yang bisa ditimbulkannya terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, orang lain yang tidak kita anggap teman itu mungkin jadi teman kita dan sangat-sangat mungkin menjadi penolong kita saat semua orang yang kita anggap teman pasti meninggalkan kita. Mungkin.